Jumat, 10 April 2020

Konstruktivisme

Asumsi-Asumsi dan Perspektif-Perspektif           Kontruktivisme yakni perspektif psikologis dan filosofi yang menatap bahwa masing-masing individu membentuk atau membangun sebagian besar dariapa yang mereka pelajari dan pahami (Bruning et al., 2004). 1.              Asumsi-perkiraan           Asumsi utama dari kontruktivisme yaitu, insan ialah siswa aktif yang membuatkan pengetahuan bagi diri mereka sendiri (Geary, 1995). Kontruktivisme menjelaskan bahwa untuk memehami bahan dengan baik, siswa mesti memperoleh .prinsip-prinsip dasar. Maksudnya, fungsi ini semuanya bukan berasal dari para pembelajar, akan namun mereka meyakini bahwa struktur-struktur mental hadir untuk merefleksikan kenyataan. Para kontruktivis juga bertikai usulan tentang berapa banyak mereka menyaksikan konstruksi pengetahuan berasal dari interaksi-interaksi sosial dengan guru-guru, teman-teman sebaya,  para orang bau tanah, dan pihak-pihak lainnya (Bredo, 1997). Meskipun kontruktivisme tampak sebagai paham gres dalam kancah pembelajaran, tetapi ini merupakan epistemologi kontruktivisme, dimana kontruktivisme sudah memengaruhi toeri dan observasi perihal pembelajaran dan perkembangn.           Kontruktivisme juga sudah memengaruhi pendidikan dalam bidang pendidikan mengenai kurikulum dan pengajaran. Paham ini melandasi aksentuasi kepada kurikulum terpadu dimana siswa mempelajari suatu topik menurut lebih dari satu perspektif. Asumsi kontruktivisme yang lain yakni guru sebaiknya tidak mengajar dalam artian menyampaikan pelajaran dengan cara tradisional kepada siswa. Guru seharusnya membangun suasana-suasana sedemikian rupa sehingga siswa mampu terlibat secara aktif dengan bahan pelajaran melalui pembuatan bahan-bahan dan interaksi sosial. Aktivitas-kegiatan pembelajaran kontruktivis: a.               Fenomena-fenomena b.              Mengumpulkan data-data c.               Merumuskan dan menguji hipotesis-hipotesis, dan d.              Bekerja sama dengan orang lain. Tabel 6.1 Perspektif-perspektif perihal Kontruktivisme Perspektif Dasar Pikiran Eksogenus Penguasaan wawasan mempresentasikan sebuah kontruksi ulang dari dunia luar. Dunia memengaruhi keyakinan-iktikad lewat pengalaman-pengalaman, pengamatan terhadap model-model, dan pengajaran. Pengetahuan dipandang akurat kalau ia mencerminkan realitas eksternal. Endogenous Pengetahuan diperoleh dari wawasan yang sudah dipelajari sebelumnya tidak secara langsung dari interaksi-interaksi lingkungan. Pengetahuan bukanlah sebuah cermin dari dunia luar; pengetahuan itu berkembang melalui abstraksi kognitif. Dialektikal Pengetahuan diperoleh dari interaksi-interaksi antara orang-orang dan lingkungan-lingkungan mereka. Kontruksi-kontruksi atau interpretasi-interpretasi tidak senantiasa terikat dengan dunia luar ataupun keseluruhan kegiatan pikiran. Pengetahuan mencerminkan hasil-hasil dan kontradiksi-pertentangan mental yang ditimbulkan dari interaksi-interaksi seseorang dengan lingkungan.           Masing-masing dari perspektif-perspektif di atas mempunyai keunggulan dan peluangfaedah bagi penelitian dan pengajaran. 1.              Perspektif eksogenus sesuai bagi kita ketika kepincut untuk mengetahui seberapa akurat siswa memahami struktur wawasan di dalam suatu bidang studi. 2.              Prespektif endogenus relevan bagi kita jika kita ingin meneliti bagaimana siswa meningkat dari seorang pemula ke level-level kompetensi yang lebih tinggi. 3.              Pandangan dialektikal akan berfaedah bagi kita saat kita ingin mempersiapkan intervensi-intervensi untuk mendorong anutan belum dewasa dan untuk mengarahkan penelitian untuk mendapatkan efektivitas dari efek-dampak sosial mirip paparan kepada model-versi dan kerja sama dengan teman sebaya. Kognisi Berkonteks ( Situated Cognition )           Inti fatwa dari kontruktivisme adalah bahwa proses-proses kognitif (termasuk berpikir dan mencar ilmu) terletak dalam suasana-situasi atau konteks-konteks fisik dan sosial (Anderson, Reder, & Simon, 1996; Cobb & Bowers; Greenoo et al., 1998). Kognisi berkonteks atau pembelajaran dalam situasi tertentu merupakan korelasi-kekerabatan antara seseorang dengan suatu suasana tertentu; proses-proses kognitif tidak cuma berada dalam pikiran seseorang (Greeno, 1989).           Kognisi berkonteks memerhatikan pandangan intuitif yang menyampaikan bahwa banyak proses salng berinteraksi untuk menciptakan pembelajaran. Kita tahu bahwa motivasi dan pengajaran saling terkait di mana pengajaran yang baik mampu mengembangkan motivasi untuk berguru dan pembelajaran siswa yang termotivasi mencari lingkungan-lingkungan pengajaran yang efektif (schunk,1995).           Manfaat perspektif kognisi berkonteks yaitu bahwa perspektiff ini mengarahkan para peneliti untuk mengeksplorasi kognisi dalam konteks-konteks pembelajaran autentik mirip sekolah, daerah kerja, dan rumah di mana banyak di antaranya yang melibatkan mentoring atau praktik-praktik magang. Kontribusi dan Aplikasi           Bereiter (1994) menyampaikan bahwa pernyataan “siswa membangun wawasan mereka sendiri” bukan pernyataan yang salah, tapi benar bagi seluruh teori pembelajaran kognitif. Teori-teori kognitif memandang pikiran selaku suatu wadah dogma-iman, nilai-nilai, impian-harapan, skemata, dan sebagainya sehingga semua klarifikasi yang mungkin perihal bagaimana fikiran-anggapan dan perasaan-perasaan tersebut terbentuk di dalam sana.           Sebagai contoh, teori kognitif sosial menonjolkan peran impian-impian (contohnya; efikasi-diri, hasil) dan tujuan-tujuan; dan keyakinan-iman dan kognisi ini tidak timbul dari mana-mana, melainkan dibangun oleh siswa sendiri.           Kekurangan dari banyak bentuk kontruktivisme ialah penekanan kepada relativisme (Phillips, 1995); adalah pandangan bahwa semua bentuk pengetahuan dapat dibenarkan alasannya dibangun oleh para siswa terutama jikalau pengetahuan-pengetahuan tersebut merefleksikan konsensus masyarakat. Kontruktivisme juga menggarisbawahi konsentrasi perhatian saat ini kepada pengajaran reflektif. TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF PIAGET           Teori piaget tidak banyak mendapat perhatian ketika gres pertama muncul, namun perlahan-lahan teori ini naik ke posisi atas dalam bidang ilmu kemajuan manusia. Yang akan dipaparkan berikut ini yaitu citra singkat tentang poin-poin utama yang berhubungan dengan kontruktivisme dan pembelajaran. Proses-proses Perkembangan Kognitif           Menurut piaget, kemajuan kognitif tergantung dari empat aspek: Pertumbuhan biologis, Pengalaman dengan lingkungan fisik, Pengalaman dengan lingkungan sosial, Ekuilibrasi. Tiga faktor pertama tidak perlu dijelaskan lagi namun efek-efeknya tergantung pada faktor keempat ialah ekuilibrasi.           Ekuilibrasi mengacu pada dorongan biologis untuk membuat suatu keadaan keseimbangan atau ekuilibrium ( pembiasaan ) yang maksimal antara sturtur-struktur kognitif dan lingkungan (Duncan, 1995). Ekuilibrasi ialah faktor utama dan dorongan motivasi di belakang perkembangan kognitif. Ekuilibrasi mengoordinasikan langkah-langkah-langkah-langkah dari tiga aspek lainnya dan membuat struktur-struktur mental dan realitas lingkungan eksternal konsisten kepada satu sama lain. Tabel 6.2 Tahapan-tahapan perkembangan kognitif Piaget Tahapan Jangkauan Perkiraaan Usia (dalam satu tahun) Sensorikmotor Lahir sampai 2 Pra-operasional 2 sampai 7 Operasional konkret 7 sampai 11 Operasional formal 11 sampai dewasa Mekanisme Pembelajaran           Pembelajaran terjadi dikala anak-anak mengalami pertentangan kognitif dan terlibat dalam asimilasi dan fasilitas untuk membangun atau mengganti struktur-struktur internal. Namun, sebaiknya konfliknya tidak terlalu besar alasannya hal tersebut tidak akan menyebabkan ekuilibrasi. Pembelajaran akan optimal saat konfliknya kecil dan terutama dikala anak-anak ada dalam transisi antar tahapan.           Teori piaget bersifat kontruktivis karena teori ini berasumsi bahwa belum dewasa menerapkan rancangan-konsep mereka terhadap dunia dalam upaya memahaminya (Byrnes, 1996). Konsep-rancangan ini bukan bawaan lahir; belum dewasa memperolehnya melalui pengalaman-pengalaman wajar . Informasi dari lingkungan (tergolong orang-orang) tidak secara otomatis diterima, tetapi diproses berdasarkan struktur-struktur mental anak-anak yang tersedia. Anak-anak mengerti lingkungan-lingkungan mereka dan membangun realitas berdaasarkan kapabilitas-kapabilitas mereka pada saat kini. Pada gilirannya, desain-rancangan dasar ini berkembang menjadi persepsi-pandangan yang lebih sempurna melalui pengalaman. Implikasi-implikasinya Bagi Pengajaran           Piaget beropini bahwa pertumbuhan kgnitif tidak mampu diajarkan walaupun bukti-bukti observasi menunjukkan bahwa kemajuan tersebut mampu dipercepat (Zimmerman & Whitehurts, 1979). Adapun implikasi-implikasi teori piaget bagi pendidikan yakni: 1.              Pahami pertumbuhan kognitifnya 2.              Jaga agar siswa tetap aktif 3.              Ciptakan ketidaksesuaian 4.              Memberikan interaksi sosial TEORI SOSIOKULTURAL VYGOTSKY Prinsip Dasar           Teori Vygotsky lebih menitikberatkan interaksi faktor-aspek interpersonal (sosial), kultural-historis dan perorangan sebagai kunci dari perkembangan manusia. Perkembangan yang dimaksudkan yakni bergantung pada sistem-sistem instruksi mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk menolong orang berfikir, berkomunikasi dan memecahkan dilema, dengan demikian  perkembangan kognitif anak mensyaratkan metode  komunikasi budaya dan belajar memakai sistem-metode ini  untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri.           Dalam faktor interpersonal atau sosial terdapat interaksi dengan dua orang atau lebih atau orang-orang di lingkungan sekitar akan dapat menolong pembelajaran. Pengalaman-pengalaman yang dibawa ke suatu suasana pembelajaran sungguh menghipnotis proses mencar ilmu. Aspek kultural-historis dari teori Vygotsky menunjukkan ajaran bahwa pembelajaran dan perkembangan tidak mampu dipisahkan dari konteksnya. Ada juga aspek individual atau keturunan yang menghipnotis perkembangan.           Dari tiga pengaruh ini, yang mendapatkan paling banyak perhatian yaitu dampak interpersonal . Pandangan Vygotsky menilai bahwa lingkungan sosial sungguh penting bagi pembelajaran dan berpikir. Siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang remaja atau teman yang lebih cakap, sehingga terjadi interaksi-interaksi sosial yang dapat mengubah atau mentransformasi pegalaman-pengalaman berguru. Lingkungan sosial mensugesti kognisi lewat alat-alatnya (objek-objek kultural), Bahasa, symbol dan instusi-instusi sosial. Pandangan ini juga ialah bentuk konstruktivisme dialektikal . Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai yakni  dengan pembelajaran kooperatif.           Terdapat dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan.  Pertama , dikehendakinya  setting  kelas berbentuk pembelajaran  kooperatif  antar kalangan-kelompok siswa dengan kemampuan yang berbeda, sehingga siswa dapat berinteraksi dalam menjalankan tugas-peran yang merepotkan dan saling menimbulkan taktik-taktik pemecahan problem yang efektif di dalam kawasan pengembangan terdekat/proksimal masing-masing. Kedua,  pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan perancahan ( scaffolding ). Dengan  scaffolding , kian usang siswa kian dapat mengambil tanggung jawab untuk pembelajarannya sendiri. a.    Pengelolaan pembelajaran           Interaksi sosial individu dengan lingkungannya sengat mensugesti perkembanganbelajar seseorang, sehingga perkemkembangan sifat-sifat dan jenis manusia akan dipengaruhi oleh kedua bagian tersebut. Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000), penerima didik melakukan acara berguru lewat interaksi dengan orang dewasa dan sahabat sejawat yang mempunyai kesanggupan lebih. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya wangsit gres dan memperkaya kemajuan intelektual akseptor asuh. b.    Pemberian tutorial           Menurut Vygotsky, tujuan berguru akan tercapai dengan mencar ilmu menuntaskan tugas-peran yang belum dipelajari tetapi peran-tugas tersebut masih berada dalam daerah kemajuan terdekat mereka (Wersch,1985), adalah peran-tugas yang terletak di atas peringkat perkembangannya. Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik melaksanakan kegiatan di dalam tempat pertumbuhan terdekat mereka, tugas yang tidak mampu dituntaskan sendiri akan mampu mereka tuntaskan dengan panduan atau pinjaman orang lain. Zona Perkembangan Proksimal (ZPD)           Konsep ini didefinisikan selaku jarak antara level pertumbuhan yang diputuskan lewat pemecahan persoalan secara mampu berdiri diatas kaki sendiri dan level potensi kemajuan yang ditentukan oleh pemecahan duduk perkara. ZPD ini lebih ialah suatu tes dari kesiapan pertumbuhan siswa (level intelektual) dalam bidang tertentu. Siswa akan mampu mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam ZPD. Siswa melakukan pekerjaan dalam ZPD jikalau siswa tidak dapat memecahkan problem sendiri, tetapi mampu memecahkan masalah itu sesudah menerima perlindungan orang cukup umur atau temannya (peer). Bantuan atau support dimaksud semoga si anak bisa untuk melakukan tugas-tugas atau soal-soal yang lebih tinggi tingkat kerumitannya dari pada tingkat kemajuan kognitif si anak. Aplikasi-Aplikasi           Ide Vygotsky banyak dimanfaatkan dalam banyak aplikasi pendidikan. Aplikasi yang biasa dipakai yakni rancangan bantuan struktur penyangga pengajaran atau tunjangan pemberian pengajaran (instructional scaffolding) . Aplikasi lainnya yaitu pengajaran timbal balik (reciprocal teaching). Pengajaran timbal balik ialah obrolan interaktif antara guru dengan sekelompok kecil siswa. Satu bentuk aplikasi lain yang juga penting ialah kerja sama atau kolaborasi dengan sahabat sebaya (peer collaboration). Sebuah aplikasi yang berhubungan dengan teori Vygotsky dan dengan kognisi berkonteks yaitu tuntunan sosial melalui praktik magang. Masa Magang Kognitif ( cognitif apprenticeship ).           Suatu proses yang menimbulkan siswa bertahap memperoleh kecakapan intelektual lewat interaksi dengan orang yang lebih mahir (pakar), orang cukup umur, atau sahabat yang lebih cerdik. TUTURAN PRIBADI DAN PEMBELAJARAN DENGAN MEDIASI SOSIAL Tuturan Pribadi atau Bergumam ( Private Speech )           Berguman yaitu mengatakan dengan diri sendiri atau berbicara dalam hati untuk tujuan membimbing dan mengarahkan diri sendiri. Menurut Vygotsky,  private speech  dapat memperkuat interaksi sosial anak dengan orang lain.  Private speech  dapat dilihat pada seorang anak yang dihadapkan pada suatu masalah dalam suatu ruangan di mana terdapat orang lain, umumnya orang dewasa. Anak nampaknya berbicara pada dirinya sendiri perihal problem tertentu, tetapi pembicaraanya diarahkan pada orang dewasa.  Private speech  lalu dihalangi, tertangkap dan ditransformasikan ke dalam proses berfikir. Verbalisasi dan Prestasi           Verbalisasi sungguh berfaedah bagi siswa yang sering mengalami kesusahan berguru memperhatikan materi dan menguasai keahlian, dan melakukan tugas dengan cara yang kurang mendukung. Verbalisasi menolong siswa yang mengalami duduk perkara-persoalan pembelajaran untuk melakukan pekerjaan secara sistematis. Pembelajaran dengan Mediasi Sosial           Pembelajaran dengan Mediasi Sosial ini lebih diketahui juga selaku Pembelajaran Termediasi ( mediated learning ). Vygostky menekankan pada scaffolding atau tingkat wawasan. Menurutnya, scaffolding ini siswa diberi duduk perkara yang kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi santunan secukupnya dalam memecahkan masalah siswa.  Ini bermakna memperlihatkan kepada seorang individu sejumlah derma besar selama tahap-tahap permulaan pembelajaran dan kemudian menghemat pertolongan tersebut dan menunjukkan potensi kepada anak tersebut menggantikan tanggung jawab yang semakin besar setelah bisa mengerjakan sendiri. Dorongan guru sangat dibutuhkan semoga pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berbentukisyarat , perayaan, dorongan, menguraikan problem ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mampu berdiri diatas kaki sendiri. Dapat disimpulkan bahwa scaffolding, memiliki arti upaya pengajar untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan.           Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan problem, ialah (1) siswa mencapai kesuksesan dengan baik, (2) siswa meraih kesuksesan dengan tunjangan, (3) siswa gagal meraih keberhasilan. Kesimpulan           Teori Vigotsky lebih menekankan interaksi antara faktor internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurutnya, fungsi kognitif insan berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya. Vigotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi ketika siswa melakukan pekerjaan menanggulangi tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-peran tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau peran-tugas itu berada dalam  zona of proximal development  mereka. MOTIVASI           Konstrukvisme sebagaian besar merupakan teori kemajuan insan pada tahun-tahun belakang ini sudah diaplikasikan dalam pembelajaran. Tidak banyak tulisan yang membahas tentang tugas motivasi dalam konstrukvisme. Konstrukvisme mampu diaplikasikan pada motivasi, dan beberapa prinsip motivasi yang diteliti oleh para peneltian dari pandangan-persepsi teoritis lain sangat sesuai dengan konstruktivisme (Sivan, 1986).           Konstruktivisme memberi pengutamaan pada kognisi berkonteks dan pentingnya memperhitungkan konteks lingkungan untuk menerangkan sikap. Sebuah topik yang relavan  dengan konstruktivisme yaitu organisasi dan struktur dari lingkungan-lingkungan pembelajaran; yakni bagaimana para siswa dikelompokan dalam pengajaran, bagaimana hasil berguru dievalusi dan dihargai, bagaimana otoritas dibangun, dan bagaimana waktu dijadwalkan.           Sebuah aspek penting dari organisasi ialah dimensionalitas (Rosenholtz&Simpson, 1984). Kelas yang tidak dimensional adalah kelas yang dimiliki sedikit acara yang cuma melibatkan cakupan yang berbatas untuk kemampuan-kesanggupan siswa. Kelas multidimensional mempunyai lebih banyak acara dan mengakomodir keragaman dalam kemampuan dan kinerja mencar ilmu siswa.           Karakteristik-karakteristik kelas yang mengindikasikan dimensional adalah terdapat pembedaan dalam struktur peran, otonomi siswa, contoh-contoh pengelompokan, dan menonjolnya evaluasi-penilaian kinerja mencar ilmu formal. Kelas yang tidak dimensional memiliki sruktur tugas yang dibedakan. Tabel Karakteristik-karakteristik Dimensionalitas Karakteristik Tidak Dimensional Multidimensional Perbedaan struktur peran Tidak dibedakan; siswa menjalankan tugas yang sama Dibedakan; siswa menjalankan peran yang berlawanan-beda Otonomi Siswa Rendah; siswa memliki sedikit pilihan Tinggi; siswa mempunyai banyak opsi Pola-contoh Pengelompokan Seluruh kelas; siswa dikelompokan menurut kesanggupan Kerja individual; siswa tidak dikelompokan berdasarkan kesanggupan Evaluasi-penilaian kinerja berguru Siswa mendapatkan nilai untuk tugas-tugas yang serupa; nilai-nilai bersifat publik; banyak perbandingan sosial Siswa menerima nilai untuk peran yang berlainan-beda, evaluasi bersifat lebih tidak publik; tidak banyak perbandingan sosial           Kelas tidak dimensional dikala otonominya rendah; dan dapat membatasi pengaturan diri serta menekan motivasi. Kelas multidimensional memberikan lebih banyak pilihan bagi siswa hal yang dapat memajukan motivasi.           Dalam kelas yang tidak dimensional, prestasi belajar terlihat terang (Rosenholtz, 1981). Hal ini mampu memotivasi siswa berprestasi tinggi untuk belajar, namun kondisi ini sering menghasilkan imbas negative pada siswa yang yang lain. Kelas-kelas multidimensioanal condong memotivasi siswa sebab kelas mirip ini menghidangkan lebih banyak pembedaan dan otomoni, lebih minim pengelompokan berdasarkan kesanggupan, dan lebih banyak kelonggaran dalam penilaian selain juga penilaian tidak bersifat publik. Tabel Faktor-Faktor Target yang Mempengaruhi Motivasi dan Pembelajaran Faktor Karakteristik Tugas Merancang acara-kegiatan mencar ilmu dan peran-peran Otoritas Kondisi dimana siswa menerima tanggung jawab untuk memimpin dan membuatkan kemandirian serta control acara-aktivitas berguru Pengakuan Penggunaan formal dan informal dari imbalan, insentif, maupun cobaan Pengelompokan Individual, kalangan kecil, kelompok besar Evaluasi Metode-sistem untuk memantau dan menganggap pembelajaran Waktu Kesesuaian beban kerja, ritme pembelajaran, waktu yang dialokasikan untuk menuntaskan tugas 1)    Otoritas mengacu pada apakah siswa siswa mampu tanggung jawab untuk memimpin dan menyebarkan kemandirian serta control atas acara-aktivitas berguru. 2)    Pengakuan, yang mempunyai arti penggunaan formal dan informal dari imbalan, insentif, maupun pujian, memiliki dampak-dampak penting terhadap pembelajaran yang bermotivasi (Scchunk, 1995) 3)    Dimensi pengelompokan konsentrasi pada kesanggupan siswa untuk bekerja sama dengan para siswa yang lain. 4)    Evaluasi mencangkup sistem-metode untuk memantau dan menganggap pembelajaran siswa, contohnya menganalisa perkembangan individu dan penguasaan materi dari masing masing siswa. 5)    Waktu ialah karakteristik kesesuain beban kerja, ritme pelajaran, dan waktu yang dialokasikan untuk menuntaskan tugas (Epstein, 1989) Teori-teori Implisit           Teori implisit ihwal duduk perkara-persolan mirip bagaimana mereka berguru, apa saja yang mampu membantu prestasi berguru disekolah dan bagaimana motivasi mensugesti kinerja berguru. Teori-teori implisit perihal proses-proses seperti belajar, berpikir, dan kemampuan, mempengaruhi bagaimana siswa terlibat dalam pembelajaran dan pandagan-pandangan mereka tentan apa yang dapat menjadikannya berhasil di dalam dan di luar kelas. Teori implisit mampu memengaruhi cara siswa memproses info. Teori implisit condong berupa ketika bawah umur menghadapi imbas-pengaruh sosial. Hal-hal yang juga penting  dalam hal ini yakni bagaimana anak-anak menyempurnakan, memadukan, dan menyebarkan pengertian konseptual mereka sebagai suatu fungsi pengalaman. Harapan-Harapan Guru           Harapan yang dimiliki guru terhadap siswa dapat memperlihatkan efek aktual ataupun negative bagi siswa. Pratik-pratik ini mampu membantu menangkal imbas-efek negatif dari harapan: a.     Menerapkan hukum-hukum secara adil dan kosinten b.     Anggap semua siswa mampu berguru dan sampaikan cita-cita tersebut terhadap mereka. c.     Jangan membeda-bedakan keinginan untuk siswa berdasarkan hal-hal yang tidak terkait dengan kinerja berguru. d.    Jangan mendapatkan alasan-argumentasi untuk hasil kerja yang jelek. e.     Sadari bahwa batasan dari kemampuan siswa tidak dimengerti dan relavan dengan pembelajaran di sekolah. LINGKUNGAN-LINGKUNGAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVIS           Dalam kelas konstruktivis kurikulumnya difokuskan pada rancangan-desain besar. Aktivitas-aktivitasnya lazimnya mencakup sumber-sumber data primer dan materi-materi manipulative. Guru berinterksi dengan siswa dengan menawan pertanyaan dari mereka dan sudut pandang mereka. Prinsip-Prinsip Penuntun untuk lingkungan-lingkungan pembelajaran konstruktivis: ·       Menghadirkan masalah-duduk perkara yang makin kuat hubungannya kepada siswa ·       Menyusun pembelajaran di seputar konsep-rancangan pokok ·       Mencari tahu dan menghargai sudut pandang siswa ·       Mengadaptasi kurikulum untuk memerhatikan perkiraan-perkiraan siswa ·       Menilai pembelajaran siswa dalam konteks pengajaran Beberapa prinsip penuntun untuk lingkungan-lingkungan pembelajaran konstruktivis dalam table diatas: a.     Guru mesti mendatangkan persoalan-dilema yang kian jelas keterkaitannya untuk siswa dimana hubungannya sudah ada sebelum atau timbul melalui mediasi guru. b.     Pembelajaran harus disusun disekitar desain-konsep pokok c.     Mencari tahu dan menghargai sudut pandang siswa. d.    Mengadaptasi kurikulum untuk memperhatikan perkiraan-perkiraan siswa. e.     Pendidikan konstruktivis menghimbau semoga kita menganggap pembelajaran siswa dalam konteks pengajaran. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Berbasis siswa a la APA           Prinsip ini dikelompokan menjadi empat klasifikasi utama: aspek-faktor kognitif dan metakognitif, aspek-faktor motivasional dan efektif, aspek-aspek perkembangan dan sosial, dan perbedaan-perbedaan individu. Faktor-faktor kognitif dan metakognitif mencakup sifat dari proses pembelajaran, tujuan-tujuan pembelajaran, kontruksi pengetahuan, pedoman strategis, berpikir tentan anggapan dan muatan pembelajaran. Faktor-aspek motivaasional dan efektif merefleksikan efek motivasional dan emosional terhadap pembelajaran, motivasi intrinsic untuk mencar ilmu, dan efek-imbas motivasi terhadap usaha. Aplikasi-Aplikasi dalam Pengajaran Belajar-Menemukan           Proses penemuan. Belajar menemukan mengacu pada penguasan wawasan untuk diri sendiri (Bruner, 1961). Penemuan melibatkan perumusan dan pengujian hipotesis, bukan sekedar membaca dan mendengarkan guru pertanda. Penemuan adalah suatu tipe pikiran sehat induktif karena siswa bergerak dari mempelajari acuan-contoh spesifik ke merumuskan aturan-aturan, konsep-konsep dan prinsip biasanya.           Mengajarkan Penemuan. Mengajarkan inovasi memerlukan pengajuan pertanyaan-pertanyaan, permasalahan-problem, atau situasi-situasi yang membingunkan untuk dituntaskan dan dorongan bagi para siswa untuk membuat tebakan-tebakan balasan yang intuitif bila mereka tidak yakin. Pembelajaran Berbasis Penelitian           Pembelajaran berbasis penelitian ialah bentuk belajar menemukan, meskipun tipe ini mampu disusun supaya meliputi lebih banyak kode guru (Collins, 1997). Tujuan-maksudnya yaitu mendorong siswa mengunakan nalarnya, menemukan prinsip biasa dan mengaplikasikannya pada suasana gres, dalam mengimplementasikan model ini guru berulang-ulang memperlihatkan pertanyaan kepada siswa. Pembelajaran dengan dukungan sobat sebaya           Pembelajaran dengan bantuan sahabat sebaya mengacu pada pendekatan-pendekatan pengajar dimana teman sebaya pelaku aktif dalam proses pembelajran (Rohbeck, 2003). Pembelajaran dengan pinjaman teman sebaya paling efektif diterapkan pada bawah umur yang lebih muda, tinggal diperkotaan, berpendapatan rendah, dan dari kelompok minoritas. Diskusi atau Debat           Diskusi kelas akan berguna saat tujuan yaitu menerima pemahaman konsep yang tinggi atau banyak sekali sisi pembahasan dari topic. Topic yang dihasilkan diskusi adalah topic dimana tidak ada tanggapan yang terperinci benar, namun lebih  melibatkan problem yang kompleks atau kontroversal.sistem diskusi sesuai untuk berbagai disiplin ilmu mirip sejarah, ilmu pengetahuan, dan ekonomi. Pengajaran Reflektif           Pengajaran reflektif didasarkan pada pengambilan keputusan yang cermat yang memperhitungkan pengethuan ihwal siswa, kontek, proses-proses psikologi, pembelajaran dan motivasi dan wawasan tentang diri sendiri. Komponen-Kompenen dari Keputusan-Keputusan Pengajaran Reflektif: ·       Peka kepada konteks ·       Ditutun oleh perencanaan yang fleksibel. ·       Didukung oleh pengetahuan professional. ·       Ditunjang oleh kesempatan-potensi pengembang profesi formal dan informal.           Menjadi seorang guru yang reflektif yakni sebuah keahlian, dan seperti kemampuan-keterampilan yang lain, keahlian ini membutuhkan pengajaran dan praktik. Saran-anjuran ini berguna untuk pengembangan keterampilan ini: ·       Seorang guru yang reflektif memerlukan pengetahuan personal yang baik. ·       Guru yang reflektif membutuhkan wawasan professional. ·       Pengajaran terdiri dari penyusunan rencana dan penilaian.
Sumber https://bookish15.blogspot.com


EmoticonEmoticon