Selasa, 14 April 2020

Makalah Masa Perekonomian Islam Era Pertama/Pondasi (Kala Permulaan Islam 450H/ 1058M)

KATA PENGANTAR     Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, alasannya adalah berkat Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menuntaskan makalah ini tepat pada waktunya. Tak lupa shalawat dan salam biar selalu tercurahkan terhadap junjunan kita semua ialah Nabi Muhammad SAW. Makalah ini kami susun atas dasar tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah “Ekonomi Islam” untuk menganalisis ihwal Perekonomian islam . Proses pada kurun pertama. Penyusunan makalah ini kami buat menurut hasil ajaran bersama dan beberapa sumber sebagai referensinya.     Harapan kami agar makalah ini dapat memperbesar pengetahuan bagi pembaca dan penulis pastinya sehingga mampu memberikan ilham bagi orang yang membacanya. Namun di samping itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa, materi pembahasan yang kami ambil dan sebagainya. Oleh sebab itu,dengan ikhlas dan tangan terbuka kami menerima kritik dan anjuran dari pembaca yang bersifat membangun sehingga kami mampu memperbaiki makalah ini. Bandung,  September 2015 Penyusun BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang Pada dasarnya Ilmu Ekonomi muncul pada dikala hamper serentak dengan diturunkannya manusia di bumi. Sejak itu, insan sudah dihadapkan pada persoalan bagaimana caranya memenuhi kebutuhannya sehari-hari berupa kuliner, pakaian, daerah tinggal, dan sebagainya. Untuk memeuhi kebutuhannya mulanya insan melakukan pekerjaan sebagai individu seorang diri, lalau berafiliasi sebagai anggota kelompok yang semakin usang semakin meningkat jumlahnya. Waktu pun beredar, dan peradaban manusia pun mengalami perkembangan yang pesat. Lalu manusia harus bersusah payah, bersaing, dan bahkan bertikai, untuk memenuhi dan mempertahankan kehidupan ekonominya. Sebagaimana ilmu pegetahuan lain, Ilmu Ekonomi Islam juga sangat berkembang dalam masanya. Disini kami akan memberikan sedikit berita beberapa tokoh intelektual dan Cendikiawan Muslim yang dianggap memiliki sumbangan pedoman dalam bidang Ekonomi Islam. B.    Rumusan Masalah 1.    Bagaimana sejarah Ekonomi Islam pada era pertama (kala permulaan Islam 450 H/1085 M)? 2.    Bagaimana perekonomian Islam pada era pertama (kurun awal Islam 450 H/1085 M)? C.    Tujuan 1.    Untuk mengetahui sejarah Ekonomi Islam pada kurun awal Islam 450 H/1085 M. 2.    Untuk mengenali perekonomian Islam pada era pertama (masa awal Islam 450 H/1085 M). D.    Manfaat Untuk mengetahui bahwa Ilmu Ekonomi itu bukan hanya ada Ekonomi Mikro ataupun Makro, akan tetapi terdapat juga Ekonomi Islam yang cocok dengan fatwa Rasulullah SAW. Manfaat lain dari makalah ini ialah untuk mengetahui siapa saja tokoh-tokoh ekonomi islam pada masa pertama dan bagaimana perekonomian pada abad itu.   BAB II PEMBAHASAN A.    Pengertian Ekonomi Islam Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari sikap ekonomi insan yang perilakunya di atur berdasarkan hukum agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun doktrin dan rukun islam (Apridar, 2010, hlm. 127). Dalam buku (Buchari, 2009, hlm. 1) Ekonomi Islam yaitu ilmu yang mempelajari perilaku seorang muslim dalam suatu masyarakat Islam yang dibingkai dengan syariah Islam. Menurut Hansanuzzaman (1984) di dalam buku Islamic Economics menyatakan bahwa Ekonomi Islam ialah ilmu dan aplikasi petunjuk dan aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh dan memakai sumber daya material supaya memenuhi keperluan insan semoga mampu melaksanakan kewajibannya kepada Allah dan penduduk . Ekonomi Islam berlawanan dari Kapitalisme, sosialisme, maupun negara kemakmuran (welfare state). Maksudnya, berlawanan dari kapitalisme alasannya adalah Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Selain itu, dalam metode Ekonomi Islam terdapat nilai susila dan nilai ibadah di dalam setiap kegiatannya (Apridar, 2010, hlm. 128). Sistem Ekonomi Islam atau metode Ekonomi Syariah ialah ilmu pengetahuan sosial yang memperlajari masalah-dilema ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai islam (Apridar, 2010, hlm. 127). B.    Sejarah Ekonomi Islam Kemunculan Ekonomi Islam di Era kontemporer bukanlah sebuah hal yang datang-tiba tiba begitu saja. Ekonomi Islam selaku sebuah cetusan konsep ajaran dan praktik tentunya telah hadir secara dalam masa dan fase tertentu. Berbagai praktik dan kebijakan ekonomi yang berlangsung pada kurun Rasulullah SAW dan Al-Khulafa Al-Rasyidun merupakan contoh empiris yang dijadikan pijakan bagi para cendikiawan Muslim dalam melahirkan teori-teori ekonominya. Satu hal yang terperinci, fokus perhatian mereka tertuju pada pemenuhan kebutuhan, keadilan, efesiensi, kemajuan, dan kebebasan, yang tidak lain ialah objek utama yang menginspirasikan anutan Ekonomi Islam semenjak periode permulaan (Karim, 2004, hlm. 10). Sejumlah Cendikiawan Muslim ternama, seperti Abu Yusuf (128H), Al-Syaibani (189H), Abu Ubaid (224H), Yahya bin Umar (289H), Al-Mawardi (450H), Al-Ghazali (505H), telah menawarkan bantuan yang besar kepada kelancaran dan perkembangan peradaban dunia, utamanya pedoman ekonomi, melalui sebuah proses evolusi yang terjadi selama berabad-periode.     Latar belakang para cendikiawan Muslim tersebut bukan ialah ekonomi murni. Pada kala itu, pembagian terstruktur mengenai disiplin ilmu pengetahuan belum dijalankan. Mereka memiliki keterampilan dalam banyak sekali bidang ilmu dan mungkin aspek ini yang menyebabkan mereka melakukan pendekatan interdisipliner antara ilmu ekonomi dan bidang ilmu yang mereka tekuni sebelumnya (Chamid, 2010, hlm. 3). C.    Tokoh-tokoh Perekonomian Islam Periode Pertama Periode pertama merupakan masa pada fase periode awal sampai dengan era ke-5 H atau masa ke 11 M yang dikenal selaku fase dasar-dasar ekonomi Islam yang dirintis oleh para fukaha, disertai oleh sufi dan kemudian oleh filosof. 1.    Imam Abu Hanifah an-Nu’man (80-150 H/ 699-774 M) Abu Hanifah hidup zaman Daulah Bani Umayyah selama 52 tahun mulai Khalifah Abdul Malik (86 H/685 M) dan Daulah Abbasyiah selama 18 tahun. Walaupun Ia popular sebagai andal hukum, ia seorang penjualdi Kufah yang pada waktu itu ialah pusat aktivitas komersial dalam suatu perekonomian yang sungguh berkembang. Ada suatu transaksi yag sungguh popular pada kurun itu, yakni salam (kontrak reservasi barang atau penjualan suatu komoditas yang akan diserahkan pada waktu yang hendak datang dengan pembayaran tunai pada waktu kesepakatan) (Apridar, 2010, hlm. 87). Abu hanifah mendapatkan banyak sekali kerancuan dalam persetujuan ini yang mengarah kepada perselisihan. Ia mencoba menetralisir pertengkaran ini dengan merinci apa yang mesti dikenali dan dinyatakan secara terang di dalam kesepakatan, seperti: jenis komoditasnya, kuantitas dan kualitasnya, serta tanggal dan daerah penyerahannya. Ia menaruh kriteria selanjutnya yaitu bahwa komoditas harus tersedia di pasar selama abad yang menghalangi (intervening) antara kontak dan tanggal penyerahan sehingga kedua belah pihak mengenali bahwa penyerahannya dimungkinkan. Dalam hal ini, pengalaman Abu Hanifah dengan wawasan dagang tangan pertama yang dimilikinya sudah bayak membantu dalam menunjukkan pendapat yang serupa yang lain. Adalah bijaksana untuk menghidari pertikaian dengan menetralisir kebingungan, alasannya ini ialah tujuan dari syariah yang menyangkut transaksi. Pemikiran Abu Hanifah, (699-767 M) perihal transaksi salam (Apridar, 2010, hlm. 87). Hal lainnya dalah problem murabahah (perjanjian penjualan dengan penyajian mark up atas harga beli). Pengetahuan pribadi Abu Hanifah tentang prkatik jual beli memungkinkannya menentukan peraturan yang menjamin keadilan dalam transaksi ini dan transaksi yang sama. Abu Hanifah juga memberikan jalan keluar untuk praktek jual beli yang lain dalam kaitan dengan norma-norma Islami. Abu Hanifah an-Nu’man juga menolak komitmen muzara’ah (persetujuan bagi hasil pertanian) (Apridar, 2010, hlm. 88). 2.    Abu Yusuf (112-182H/731-798H) Abu Yusuf lahir pada tahun 133 H, Ia pernah tinggal di Kufah dan di Bagdad, Ia meninggal pada tahun 182 H. Nama lengkapnya yakni Ya’qup bin Ibrahim bin Habib al-Ansari. Hadist yang diperolehnya dari Abu Ishaq al-Syaibani, Sulaiman al-Tamyi, Yahya bin Said al-Ansari. Ia juga aktif mengikuti pengajian Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laili dan Abu Hanifa (Chamid, 2010, hlm. 153). Abu Yusuf sungguh menentang keras pengenaan pajak pertanian dan usulan penggantian sebuah retribusi tetap atas tanah dengan pajak atas hasil buatan pertanian yang dikenakan  secara proporsional. Hal ini dicicipi lebih adil dan kelihatannya untuk menghasilkan suatu usulan yang lebih besar dan memudahkan perluasan area yang digarap. Ia memperlihatkan anjuran -rekomendasi secara rinci ihwal bagaimana agar pengeluaran meraih target pembangunan pada pembuatan jembatan, dam, dan pekerjaan irigasi. Walaupun pertolongan khususnya terletak pada bidang keuangan negara, namun dia juga mendiskusikan penerapan budi pada pengendalian harga. Diskusi ini telah juga membawanya terhadap bahasan wacana bagaimana harga diputuskan dan apa pengaruh dari banyak sekali jenis pajak yang berlawanan (Apridar, 2010, hlm. 90). 3.    Zaid bin Ali (80-120H/699-738M) Zaid bin Ali adalah putra dari Imam Syi’ah ke-4, Ali Zainal Abidin, dan cucu dari Husain bin Ali. Imam Zaid dilahirkan pada tahun 80H/ 699 M, sama dengan tahun kelahiran Abu Hanifah. Beliau juga diketahui selaku jago fikih kenamaan di masanya. Pengakuan tersebut pernah diucapkan oleh Imam Abu Hanifah sendiri yang terdapat di buku karangan Apridar hlm. 86: “Aku kenal Imam Zaid bin Ali sebagaimana saya kenal ihwal keluarganya. Di masanya tidak pernah seorang yang lebih mahir dalam fiqih daripada ia. Dan aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih luas pengetahuannya, lebih singkat menjawab dan lebih jelas penjelasannya dibandingkan dengan beliau, jarang sekali mendapati orang semacam dia”. Dasar-dasar pedoman ekonomi Imam Zaid bin Ali yaitu menyatakan keabsahan perdagangan secara handal dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan perdagangan secara tunai. Pemikiran ini menjadi salah satu pijakan pertimbangan tentang kebolehan memutuskan kelebihan harga yang paling tinggi pada jual beli secara kredit ataupun handal/tertunda (Apridar, 2010, hlm. 86). Dalam ilmu ekonomi Zaid bin Ali menggagas ihwal kebolehannya melaksanakan penambahan harga dari harga tunainya suatu barang pada ketika teransaksi kredit. Contohnya, jika ada harga barang padasaat harga tunainya cuma satu juta rupiah maka dalam harga kreditnya bisa lebih tinggi dari satu juta dan ini ialah transaksi yang sah. Tapi yang harus diamati dalam transaksi ini menurut Zaid bin Ali ialah keharusannya dilandasi oleh prinsip saling ridha antara kedua belah pihak yang bertransaksi. (Karim, 2004) 4.    Muhammad bin Hasan Al-Syaibani (132-189 H/750-804 M) Salah satu rekan Abu Yusuf dalam madzhab Hanafiyah yakni Muhammad bin Hasan Al-Syaibani, nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin al-Hasan bin Farqad Jazariya asy-Syaibani. Risalah kecilnya yang berjudul al-Iktisab fi ar-Rizq al-Mustathab membicarakan pemasukan dan belanja rumah tangga. Ia juga menguraikan perilaku konsumsi seorang Muslim yang bagus serta keistimewaan orang yang suka berderma dan tidak senang meminta-minta. Dalam buku (Karim, 2004, hlm. 16) Al-Syaibani mengklasifikasikan jenis pekerjaan ke dalam empath al, ialah ijarah (sewa-menyewa), tijarah (perdagangan), zira’ah (pertanian), dan shina’ah (industri). Cukup menarik untuk dicatat bahwa ia menganggap pertanian sebagai lapangan pekerjaan yang terbaik, padahal masyarakat Arab pada saat itu lebih tertarik untuk berdagang dan berniaga. Dalam suatu risalah lainnya, adalah Kitab al-Asl, Al-Syaibani sudah membahas masalah kerja sama usaha dan bagi hasil. Secara biasa , pandagan-persepsi Al-Syaibani yang tercermin dari berbagai karyanya cenderung berhubungan dengan sikap ekonomi seorang Muslim selaku individu. Hal ini pasti berlawanan dengan Abu Yusuf yang cenderung berhubungan dengan perilaku penguasa dan kebijakan publik.    BAB III PENUTUP A.    Simpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan perihal “Perekonomian Islam pada kurun pertama” yakni mengetahui bagaimana sejarah ekonomi islam pada masa masa pertama yang mana ekonomi islam itu bukanlah suatu hal yang tiba-datang tiba begitu saja tetapi memang sudah ada pada kala Rasulullah SAW dan dijadikan contoh oleh para cendekiawan Muslim. Kemudian mengenal tokoh-tokoh ekonomi islam pada periode abad pertama mirip Abu Hanifah, Abu Yusuf, Zaid bin Ali dan Muhammad bin Hasan Al-Syaibani. B.    Saran Dengan adanya makalah ini kami berharap para pembaca lebih mengenali dan mengetahui bagaimana ekonomi islam yang benar dan sesudah kita mengetahui alangkah baiknya mengimplementasikan ekonomi islam itu dalam kehidupan sehari-hari. DAFTAR PUSTAKA Apridar. (2010). Teori Ekonomi Sejarah dan Perkembangannya. Yogyakarta: Graha Ilmu. Buchari, V. R. (2009). Islamic Economics. Jakarta: Bumi Aksara. Chamid, N. (2010). Jejak Langkah dan Searah Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Karim, A. A. (2004). Sejarah Pemikiran EKonomi Islam. Jakarta: PT RajaGrafido Persada.
Sumber https://bookish15.blogspot.com


EmoticonEmoticon