Jumat, 03 April 2020

Sejarah Perkembangan Islam Di Asia Tenggara (Vietnam, Singapura Dan Myanmar)

Wilayah negara Vietnam merupakan salah satu negara komunis di dunia dan berjulukan resmi Republik Sosialis Vietnam. Negara ini terletak di ujung timur Semenanjung Indochina tempat Asia Tenggara. Vietnam berbatasan dengan Republik Rakyat Tiongkok di sebelah utara, Laos di sebelah barat maritim, Kamboja di sebelah barat daya dan di sebelah timur terhampar Laut China Selatan. Pembahasan selengkapnya tentang sejarah kemajuan Islam di Asia tenggara (Vietnam, Singapura dan Myanmar), akan diterangkan pemaparan selengkapnya berikut ini. 1. Sejarah Perkembangan Islam di Vietnam Vietnam merupakan negara terpadat ke-13 di dunia ini dengan populasi sekitar 84 Juta jiwa. Sejarah pertumbuhan Islam di Jawa tidak terlepas dari dongeng putri Champa. Seorang putri dari kerajaan Champa pada tamat Kerajaan Majapahit, yang umum disebut dengan Putri Champa. Kerajaan Champa (bahasa Vietnam: Chiκm Thΰnh) adalah kerajaan yang pernah menguasai kawasan yang sekarang termasuk Vietnam tengah dan selatan (termasuk sebagian Kamboja), diperkirakan antara kurun ke-7 hingga dengan 1832 Masehi. Para mahir sejarah berlainan pendapat tentang penentuan tahun masuknya Islam ke Vietnam, namun mereka setuju bahwa Islam telah sampai ke tempat ini pada budbahasa ke 10 dan 11 Masehi melalui India, Persia dan pedagang Arab, dan menyebar antara masyarakat cham. Baca Juga :  Sejarah Perkembangan Islam di Thailand   Dalam sejarahnya sebelum penaklukan Champa oleh by Lκ Thαnh TÏ„ng, agama lebih banyak didominasi di Champa yaitu Syiwaisme dan budaya Champa sangat dipengaruhi oleh India. Islam mulai memasuki Champa sesudah era ke-10. Namun, gres sesudah invasi 1471, imbas agama ini menjadi kian cepat. Pada periode ke-17 keluarga ningrat Champa juga mulai memeluk agama Islam. Orang-orang Cham (istilah untuk orang-orang Kerajaan Champa, berorientasi terhadap Islam. Perkembangan agama Islam di negara komunis Vietnam dikala ini sebagaimana di lansir Kantor gosip AFP, pada tahun 2010 lalu, merilis data jumlah penduduk muslim di daerah tersebut sekitar 1.300 jiwa. Namun, menurut situs religiouspopulation.com, jumlah umat Islam di Ibu kota Ho Chi Minh mencapai 5.000 orang. Rumah makan yang memberikan masakan halal dan masjid-masjid serta madrasah juga banyak ditemukan. Secara biasa , total populasi Muslim, khususnya dari komunitas Cham, di negara yang berpenduduk 86 juta orang itu sekitar 100 ribu orang. Namun, hasil survei yang dijalankan oleh The Pew Research Center pada Oktober 2009, menyatakan bahwa jumlah umat Islam di Vietnam meraih 71.200 jiwa. Angka itu mengalami kenaikan dibandingkan data hasil sensus pada 1999 yang cuma meraih 63.146 jiwa. Sekitar 77 persen umat Islam di Vietnam menetap di Wilayah Tenggara, yakni 34 persen tersebar di provinsi Ninh Thuan Province, 24 persen di Provinsi Binh Thuan, dan sebanyak 9,0 persen di Kota Ho Chi Minh. Sekitar 22 persen menetap di kawasan Sungai Mekong, khususnya di Provinsi An Giang. Sisanya, sekitar 1,0 persen tersebar di kawasan-kawasan yang lain. Umat Islam Vietnam banyak yang loyal pada suku-suku bermacam-macam, dan dapat kita bagi pada 3 kalangan. Kelompok pertama, Muslim Tcham, yang merupakan kalangan dominan. Baca Juga :  Sejarah Perkembangan Islam di Kepulauan Sulu Filipina   Kelompok kedua, umat yang berasal dari suku-suku yang beragam, mereka yakni penjualmuslim yang datang dari negeri-negeri yang bermacam-macam kemudian menikah dari anak-anak negeri tersebut, mirip Arab, India, Indonesia, Malaysia dan Pakistan, dan jumlah mereka ialah kalangan paling besar dari jumlah umat Islam secara keseluruhan. Kelompok ketiga, muslim dari warga Vietnam orisinil, dan mereka adalah warga Vietnam yang masuk sehabis berinteraksi dengan para penjualmuslim dan komunikasi secara baik, seperti kampung Tan Buu pada bab kota Tan An, baik dengan masuknya warga kepada Islam atau mereka masuk Islam melalui akad nikah. Berdasarkan data dari pemerintah, Islam yaitu agama dengan pemeluk terkecil dari enam agama yang meningkat di Vietnam. Kegiatan keagamaan masih dibawah kendali pemerintah Vietnam yang beraliran komunis. Walau berada di bawah kekuasaan pemerintah komunis yang mengendalikan dengan ketat, muslim Cham dapat mengerjakan ibadah dengan bebas dan nyaman. Bahkan banyak kemudahan dan pemberian yang diberikan oleh pemerintah terhadap muslim Cham, utamanya dalam hal pendidikan. Namun, hal itu dirasa kurang cukup, alasannya kebutuhan akan pendidikan tinggi yang belum terpenuhi. Sebaliknya jumlah madrasah sangat banyak. Sehingga banyak dari pelajar muslim yang merantau ke Malaysia untuk meneruskan studi. Agama Islam yang berkembang ketika ini di Vietnam beraliran Sunni dan Bani. Muslim Sunni yang tersebar di seluruh penjuru negara itu bermazhab Syafi’i. Muslim Bani meningkat di kawasan Ninh Thuan dan Binh Thuan. Aliran ini tidak terlampau populer alasannya mengadopsi efek budaya domestik dan mempunyai imbas berpengaruh dari India. 2. Sejarah Perkembangan Islam di Singapura Singapura ialah negara kepulauan yang terletak di penghujung Selatan Semenanjung Malaya. Luas daerahnya hanya sekitar 583 KM2. Penduduknya lebih banyak didominasi pendatang, khususnya berasal dari etnis Cina. Penduduk Singapura yang beragama Islam terbilang minoritas dan hamper semuanya berasal dari orang-orang Melayu.  Jumlah penduduk sekitar 4,99 juta jiwa, sekitar 14.9% penduduk yang memeluk agama Islam, sedangkan mayoritas beragama Buda 42,9%, Ateis 14,8%, Kristen 14.6%, Taouisme 8%, dan Hindu 4%, serta sisanya keyakinan lainnya 0.6%. Singapura sudah menjadi rute bagi penjualorang muslim dari Timur Tengah sejak kurun ke-15 menjadi sejarah masuknya Islam di Singapura.  Cara masuknya Islam ke Singapura tidak jauh berlainan dengan cara masuknya Islam ke negara-negara di Asia Tenggara. Islam masuk ke Singapura dengan cara jual beli yang dijalankan oleh bangsa Arab yang melalui kawasan perairan Singapura. Adanya pernikahan pedagang Arab dengan penduduk setempat kemudian tinggal dan menetap di Singapura, membantu Islam berkembang di dearah ini. Mereka membentuk suatu komunitas tersendiri dan mendirikan perkampungan di sana. Para pedangang yang sudah menetap berdakwah dengan menjadi imam dan guru agama bagi komunitasnya. Komunitas ini juga memiliki sistem pendidikan agama yang berjalan secara tradisional, mirip mencar ilmu dari rumah ke tempat tinggal dan dilanjutkan dari masjid ke masjid.  Pada tahun 1800 Masehi, pusat pendidikan tradisional berada di Kampung Glam dan tempat Rocor. Peranan guru-guru dan imam menjadi sungguh penting dalam membuatkan penghayatan kepada Islam bagi muslim di Singapura. Mazhab yang dianut oleh muslim di Singapura adalah mazhab Syafi'i dengan paham teologi Asy'ariyah.  Singapura pada mulanya berada di bawah kekuasaan Sultan Johor yang menetap di kepulauan Riau-Lingga. Pada tanggal 29 Januari 1819 Masehi, Sir Thomas Stanford Rafless meramalkan bahwa Singapura akan menjadi lokasi yang stategis bagi kerajaan Inggris dalam mengontrol pelayaran disekitarnya.  Dengan fatwa yang demikian, balasannya pada tanggal 31 Januari 1819 Masehi Rafless menciptakan kesepakatan dengan Sultan Johor untuk mendirikan pusat perniagaan di Singapura. Keadaan Singapura yang mulanya ialah tempat kekuasaan Sultan Johor yang didiami oleh etnis Melayu, juga telah menunjukkan jalan bagi masuknya Islam ke Singapura.  Perkembangan Islam di Singapura tidak terlepas dari penyerapan sebuah praktik hukum atau norma yang harus sesuai dengan kondisi Buddhaya, sosial, dan ekonomi lokal. Kita pahami bahwa Singapura ialah negara dengan kemajuan yang pesat dengan penyesuaian hukum Inggris.  Baca Juga :  Sejarah Perkembangan Islam di Malaysia Meskipun demikian, umat Islam di Singapura tetap mengusahakan adanya aturan Islam di Negara Singapura. Keberadaan hukum Islam di Singapura tidak bisa terlepas dari tugas umat Islam yang ada di negara tersebut. Umat Islam Singapura berusaha keras untuk mendekati pemerintah supaya mengesahkan suatu undang-undang yang mengontrol hukum individu dan keluarga Islam di Singapura.  Setelah diupayakan selama beberapa tahun, barulah pada tahun 1966 Masehi. pemerintah mengeluarkan desain undang-undang badan legislatif dan mendapatkan Undang-undang Administrasi Hukum Islam (AMLA). Undang-undang ini telah dinilai oleh perwakilan dari aneka macam suku dan mazhab yang ada di Singapura.  Pada tahun 1966 AMLA merekomendasikan pembentukan Majelis Ulama Islam gapura atau Islamic Religious Council of Singapore (MUIS) selaku suatu aturan. MUIS diharapkan mampu menjadi penasihat Presiden Singapura dalam hal yang berhubungan dengan agama Islam di Singapura. Tugas MUIS sama seperti MUI di Indonesia.  Tugas mereka menertibkan acara Islam di Singapura, mirip mengeluarkan sertifikasi halal untuk makan yang menurut ketentuan Islam baik untuk di konsumsi, melakukan perkiraan waktu Shalat di Singapura, dan menjadi penyelengara ijab kabul secara Islam.  Adapun fungsi dan peran Majelis Ulama Islam Singapura selaku berikut.  Memberi saran terhadap presiden Singapura dalam problem-dilema yang berkaitan dengan agama Islam di Singapura.  Mengurusi persoalan yang berkaitan dengan agama Islam dan kaum muslimin di Singapura, tergolong persoalan hap dan sertifikasi halal.  Mengelola wakar dan dana kaum muslimin menurut undang-Undang dan amanah.  Mengelola pengumpulan zakat, infak, dan sedekah untuk mendukung dan mensyiarkan agama Islam atau untuk kepentingan umat Islam.  Mengelola seinua masjid dan madrasah di Singapura. Dalam kemajuan selanjutnya, umat Islam di Singapura terbagi menjadi dua kalangan besar, adalah migran yang berasal dan dalam dan luar daerah.  Kelompok migran dari dalam wilayah berasal dari Jawa, Sumatra, Sulawesi, Riau, dan Bawean. Kelompok ini identik dengan etnis Melayu Adapun golongan migran dan luar kawasan dibagi menjadi dua kelompok penting, yaitu muslim India yang berasal dan sub kontinen India (Pantai Timur dan Pantai Selatan India) dan keturunan Arab, terutama Hadramaut Yaman. Migran yang berasal dan luar daerah secara lazim berasal dan kalangan muslim yang kaya dan terdidik. Kelompok ini pula alhasil membentuk kelompok elit sosial dan ekonomi Singapura. Mereka mempelopori pertumbuhan Singapura selaku pusat pendidikan dan penerbitan muslim.  Di samping itu, mereka juga sebagai penyumbang dana terbesar untuk pembangunan masjid, lembaga pendidikan, dan organisasi sosial Islam lainnya, seperti keluarga al Segat, al Kaff, dan al Juneid. 3. Sejarah Perkembangan Islam di Myanmar Myanmar dulu bernama Burma. Luas daerahnya sekitar 678.000 km2 Islam di Myanmar merupakan kelompok minoritas di tengah-tengah abama Buddha. Kaum muslimin pada umumnya tinggal di Provinsi Arakan, Myanmar bagian barat. Daerah ini berbatasan dengan Bangladesh.  Provinsi Arakan dahulunya merupakan kerajaan yang merdeka hingga tahun 1684 Masehi. Penduduk Myanmar yang beragama Islam tercatat 7% dan total jumlah penduduk. Mereka hidup dalam kemiskinan balasan rezim komunis yang berkuasa. Selain itu, juga karena perlawanan dari umat Buddha kepada umat Islam.  Islam telah masuk ke Myanmar lewat dakwah, namun belum tersebar luas walau telah tersebar ke sejumlah daerah mirip Arakan. Islam sampai ke Myanmar lewat jalur jual beli dan dakwah. Kala itu, daerah tersebut masih disebut Burmanja. Di bagian barat terdapat kerajaan Arakan. Mayoritas orangnya muslim, bertetangga dengan Bengal yang merupakan daerah Islam. Dari sanalah Islam terus meluas ke kawasan Burmania lainnya. Perkembangan Islam di Myanmar menerima perlawanan sengit dari pengikut agama Buddha.  Pada tahun 686 Hijriyah, muslim Tartar, bangsa Mongol menginvasi Burmania lewat Cina dan berhasil melengserkan rajanya serta memberi keleluasaan untuk memeluk agama sesuai keyakinannya. Sebagian masyarakat masuk Islam dan sebagian lainnya memeluk agama Buddha.  Baca Juga :  Sejarah Perkembangan Islam di Brunai Darussalam Tatkala Suja saudara Aurangzeb, penguasa Imperium Mugal di Hindustan melarikan diri ke Burmania, mereka berbaur dengan para masyarakatsambil berbagi agama Islam. Islam di Myanmar bermula dari kaum muslim di Arakan yang berasal dari Suku Rohingya. Mereka membentuk Organisasi Solidaritas Rohingya dengan presidennya Muhammad Yunus.  Organisasi Solidaritas Rohingya pernah meminta kepada Organisasi Konferensi Islam (OKI) untuk menekan pemerintah Myanmar supaya menghormati hak-hak minoritas muslim sebagaimana yang dikerjakan OKI kepada pemerintah Bulgaria.  Sikap muslim Rohingya kepada sosialis Myanmar terbagi menjadi dua. Pertama, golongan yang berintegrasi dengan partai sosialis yang berkuasa. Tujuan kelompok ini yakni untuk melindung kalangan minoritas dari kekerasan penguasa. Mereka membuatkan agama Islam melalui jalur pendidikan atau dakwah.  Organisasi Solidaritas Rohingya termasuk dalam golongan ini. Kedua, golongan muslim yang membentuk organisasi Gerakan pembebasan menentang pemerintah Myanmar. Mereka membentuk Front Nasional Pembebasan Rohingya. Front ini bekerjasama dengan Tentara Pembebasan Nasional Karen.  Karen yakni sebuah propinsi di bab selatan Myanmar yang berbatasan dengan Thailand. Masyarakat Karen memperjuangkan pemisahan diri dari Myanmar. Masyarakat Karen berusaha memisahkan diri dari Myanmar dengan dua argumentasi. Yaitu : Pertama, alasannya Karen ialah etnis tersendiri yang berbeda dengan lazimnya etnis penduduk Myanmar.  Kedua, alasannya adalah penguasa Myanmar melakukan diskriminasi terhadap Suku Karen. Oleh sebab itu, propinsi Arakan dan Karen ialah daerah yang terus menerus bergejolak di Myanmar. Demikianlah bahasan perihal sejarah kemajuan Islam di asia tenggara (Vietnam, Singapura dan Myanmar). Semoga berfaedah.
Sumber https://dadanby.blogspot.com


EmoticonEmoticon