Sebelum kedatangan Islam pada kurun ke-14 dan periode ke-16 di daerah Nusantara Indonesia terjadi perubahan sosial yang luar biasa. Perubahan sosial itu terjadi disebabkan oleh persebaran agama Islam beserta metode politiknya yang ditandai dengan adanya perubahan iktikad keagamaan dari kurun kejayaan Hindu-Budha ke abad pertumbuhan agama Islam. Pada ketika berbarengan bermunculan kerajaan-kerajaan Islam mengambil alih posisi kerajaan Hindu-Budha. Perubahan-pergantian tersebut dilatarbelakangi aneka macam faktor diantaranya letak geografis, akidah penduduk , perekonomian, pemerintahan dan kesenian dan sastra. Berikut ialah gambaran situasi dan kondisi wilayah Indonesia sebelum kedatangan agama Islam, antara lain: Letak Geografis Indonesia Letak geografis kawasan Indonesia terletak diantara 5°54 LU sampai 11°LS dan 95°01 BT hingga 141°02 BT. Posisi itu memberikan bahwa daerah ini berada di kawasan khatulistiwa. Beriklim tropis dengan curah hujan tinggi. Iklim dibarengi angin ekspresi dominan menjadikan adanya kemarau dan penghujan dengan waktu yang berlainan-beda pada tiap-tiap wilayah. Keberadaan dua animo ini menawarkan dampak yang kompleks pada banyak sekali aspek kehidupan penduduk. Pertanian, pelayaran dan perdagangan erat relevansinya dengan demam isu. Kaitannya dengan jual beli tidak mampu dilepaskan dari pelayaran. Sebagai daerah kepulauan dengan posisi sebagai penghubung jalur jual beli daratan Asia khususnya antara Cina dan India menjadikan daerah ini sebagai daerah yang strategis dalam jalur jual beli antar-bangsa. Hal tersebut berpengaruh panjang kepada periode depan sejarah bangsa Indonesia. Keyakinan Masyarakat Indonesia Sebelum kehadiran Islam, masyarakat Indonesia sudah menganut agama dan dogma yang berlainan-beda dalam kehidupannya. Agama yang meningkat ketika itu yakni agama yang berpusat pada kepercayaan adanya dewadewa. Dalam melaksanakan pemujaan terhadap yang kuasa-ilahi dibentuk artefak keagamaan berbentukbangunan atau relik. Agama Hindu-Buddha meningkat pada masa kerajaan Majapahit ditandai dengan bangunan candi yang tersebar di beberapa daerah dengan arca-arcanya, prasasti dan kitab-kitab juga memberikan citra yang jelas terhadap potretkeagamaan pada ketika itu. Di kawasan yang lain dimana masyarakat tidak tersentuh agama Hindu-Buddha. Kepercayaan terhadap roh-roh yang mendiami benda-benda seperti pohon, batu, sungai, gunung) dan dinamisme (doktrin bahwa segala sesuatu memiliki tenaga atau kekuatan yang mampu mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan perjuangan manusia dalam menjaga hidup) Kepercayaan ini sudah tumbuh dan berkembang sebelum agama Hindu-Budha masuk ke Indonesia. Politik dan Pemerintahan Indonesia Bukti-bukti tentang politik dan pemerintahan pada abad kerajaan Majapahit dengan memakai data-data yang telah didapatkan dari prasasti maka dapat dikemukakan bahwa bangsa Indonesia sudah mengenal metode politik dan pemerintahan jauh sebelum Islam masuk ke Indonesia. Prasasti dari Kutai yang selama ini masih menjadi patokan babak dimulainya periode sejarah Indonesia dapat menawarkan gambaran akan adanya sistem pemerintahan masa kemudian. Sedangkan struktur pemerintahan mulai mampu dilacak sejak kurun Sriwijaya. Sejumlah prasasti menyebutkan adanya pelaksanaan dari keputusan raja dilengkapi dengan perincian saksi dan imbalan-imbalan yang diterimanya. Bukti sejarah yang tertulis dan cukup memadai di antaranya adalah Nagara Kartagama. Tulisan ini tidak lagi hanya ditulis berdasarkan pandangan ihwal hal-hal yang bersifat mistis serta mitologis, namun juga memuat gambaran positif ihwal keadaan sosial budaya, politik, ekonomi kerajaan Majapahit. Setidaknya ini memperlihatkan citra yang lebih lengkap tentang politik dan pemerintahan abad menjelang berdaulatnya sebuah pemerintahan bercorak Islam. Perekonomian dan Perindustrian Kumpulan rumah penduduk yang tersebar di lembah-lembah sungai dan dataran-dataran pegunungan dengan segala aktivitasnya ialah pendukung utama keberlangsungan stabilitas ekonomi pemerintahan. Daerah pedalaman yaitu daerah agraris yang tertutup. Perdagangan, sebagai satu acara ekonomi dilakukan oleh golongan rakyat yang mesti berjalan dengan pedati atau sampan untuk transportasi dalam negeri. Pertanian ialah tulang punggung perekonomian sebagian besar pemerintahan yang berdaulat di kawasan Nusantara. Hasil pertanian persawahan menjamin stabilitas dan persediaan masakan secara terstruktur. Hasil panen berasal dari masyarakat desa dan dari aneka macam daerah kekuasaan forum agama (mandala), atau tanah milik perseorangan atau kelompok yang dibebaskan dari pajak (sima). Upeti, pajak, dan kerja wajib diminta dari penduduk untuk kepentingan pegawai atau rumah tangga raja. Dalam hal perdagangan di Asia Tenggara. Menurut Van Leur, barang-barang yang diperdagangkan ialah yang bernilai tinggi seperti logam mulia, embel-embel, pecah belah, kain tenun, juga bahan-bahan baku untuk keperluan kerajinan. Dari data arkeologis berupa sebaran temuan keramik di sepanjang pantai utara Jawa, bahkan sampai pedalaman dan pulau Sumatera dan Sulawesi, korelasi dagang wilayah ini dengan Cina telah terjalin semenjak kala ke-9 hingga ke-10 M. Sepanjang pantai utara Jawa semenjak abad ke-9 M memegang peranan penting utamanya dalam bidang ekonomi. Para pedagang ajaib yang tiba sampai ke kawasan Majapahit berasal dari Champa, Khmer, Thailand, Burma, Srilangka, dan India." Mereka lalu sebagian bermukim di Jawa dan bahkan ada beberapa diantaranya yang lalu ditarik pajak. Sekitar tahun 1249 M telah terdapat dua jalur pelayaran dari dan ke Cina yakni jalur pelayaran barat dan jalur pelayaran timur. Jawa berada dalam jalur pelayaran barat mencakup Vietnam Thailand, Malaysia, Sumatera, Jawa, Bali, Timor. Kapal dagang Cina berangkat lewat jalur barat dan kembali ke Cina dengan menyusuri pantai barat daya Kalimantan. Kehidupan perekonomian di bidang industri juga berkembang. Ada perumpamaan undagi yang berhubungan dengan kepandaian, keterampilan seseorang yang memerlukan kemampuan khusus, misalnya tukang kayu atau jago bangunan. Dalam beberapa prasasti Bali Kuno ditemukan beberapa ketrampilan menciptakan sebuah benda (alat) dengan perumpamaan undagi mirip undagi lancang (pembuat bahtera), undagi kerikil (pemahat kerikil), undagi pengarung (pembuat terowongan), undagi kayu (tukang kayu), undagi rumah (pembuat rumah). Selain itu ditemukan juga golongan yang disebut pande mas (pengrajin emas), pande wesi (pengrajin besi), pande tambra (pengrajin tembaga), pande kangsa (pengrajin perunggu), pande dadap (pengrajin tameng atau perisai) dan lain-lain. Sastra dan Kesusastraan Menurut Poerbatjaraka dan Zoetmulder dimana dia telah sukses menyelisik sastra Jawa itu jauh ke abad sebelum masuknya Islam ke Indonesia, pada era Mataram Hindu-Buddha. Kitab Mahabharata dan Ramayana sangat mungkin telah digubah ke dalam bahasa Jawa kuno pada permulaan abad ke-10. Berinduk ke kedua kitab itu maka banyak didapatkan gubahan-gubahan cerita yang sangat mungkin diambil sebagian atau utuh (sargga dan parwwa) menjadi bentuk kakawin atau naskah-naskah lainnya. Bahkan kadang kala naskah-naskah tersebut diadaptasi dengan kemuliaan yang ingin ditemukan oleh raja yang berkuasa saat naskah itu digubah. Tiap-tiap daerah didapatkan formasi naskah-naskah yang sungguh penting sebagai sumber sejarah. Ada Carita Parahyangan, Pararaton, Sutasoma, Nagara-kartagama, Arjunawiwaha, dan masih banyak naskah dan kitab lainnya. Kehidupan kesusastraan dikala itu tentunya juga tidak terlepas dari para pujangga sebagai penggubah dan pencipta karya sastra. Kaitannya dengan hal ini tugas para brahmana dan pemuka agama sungguh penting. Selain itu juga sudah didapatkan adanya jabatan-jabatan yang memperlihatkan adanya tokoh penulis seperti kisah sang citralekha. Demikian pembahasan ihwal suasana dan kondisi Indonesia sebelum kedatangan Islam. Semoga berfaedah. Sumber https://dadanby.blogspot.com
Rabu, 08 April 2020
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon