pojokreview.com - Suatu hari yang cerah di suatu Mall, seorang perempuan muda mendekati pria setengah baya yang sedang berlangsung dengan anaknya. Wanita itu langsung berkata, "bapak, lihat motor terbaru dari kami di lantai 2." Dan tentu saja, pria dan anaknya tidak menanggapi itu. Belum patah semangat, wanita itu kembali mendekati mereka berdua dan bicara, "bannya telah diperbarui sehingga mampu melintasi aneka macam medan. Tentu saja, mesinnya juga didesain anti banjir."
Bapak dan anak tetap saja tidak menyikapi. Wanita itu tetap mengatakan sekuat tenaga. Semua keunggulan motor itu disampaikannya, dan ia terhenti karena capek. Lalu, dia pergi menjauhi kedua orang itu. Apa masalahnya?
Wanita itu mungkin cerdik berbicara, namun bukan penjual yang baik. Kenapa? Karena perempuan itu memburu sasaran yang random tanpa mengetahui apakah mereka itu berpotensi jadi kostumer atau tidak. Si bapak yang sedang dikejar-kejarnya tadi sudah mempunyai tiga unit sepeda motor di rumah. Ia tidak berencana untuk berbelanja sepeda motor lagi. Makara, sampai kapanpun perempuan itu berbicara, tetap saja bapak itu tetap tidak akan bergeming.
Lain waktu, pria dan anaknya pergi lagi ke Mall. Seorang perempuan muda yang lain mendekatinya dan mengajukan pertanyaan, "bapak apakah bapak sedang membutuhkan suatu koper? Atau mungkin sedang galau koper apa yang sempurna?"
Bapak itu menjawab, "oh maaf, kami sedang tidak mencari koper."
Wanita itu tersenyum lalu mengucapkan terima kasih, kemudian menjura hormat kemudian pergi mencari kostumer lain. Semuanya dimulai dari pertanyaan, dan jawabannya akan memilih apakah itu kandidat kostumer atau tidak. Setidaknya perempuan itu tidak mencampakkan waktunya untuk seseorang yang tidak potensial sama sekali menjadi kostumernya.
Dari dua ilustrasi di atas, tampakada dua orang sales suatu produk berupaya untuk mencari pembeli. Namun, orang yang pertama terlalu banyak bicara. Sedangkan orang kedua terlalu banyak bertanya. Namun ternyata, skill yang dibutuhkan sales memang bukanlah bakir berbicara.
Bayangkan Anda berhenti di jalan saat mengendarai sepeda motor, dikarenakan hari hujan. Lalu, Anda berhenti sempurna di depan warung kelontong.
Apa yang akan terjadi? Kemungkinan pemilik warung akan mengajukan pertanyaan, "kehujanan dik?", atau mungkin bertanya "cari apa dik?". Anda akan menjawab, "Nggak bu/pak, aku hanya mau berteduh."
Atau mungkin, jawaban Anda adalah, "mungkin ada jual mantel bu?"
Pemilik warung tidak sulit-susah untuk menerangkan semua keunggulan barang dagangannya pada Anda, sebab ia tahu Anda hanya numpang berteduh. Ia tetap duduk mempertahankan warungnya dan memperhatikan Anda. Kalau mungkin Anda kedinginan, ia mengajukan pertanyaan, "gampang demam nggak jika kehujanan? Suka minum jamu?"
Bila ia bertanya, maka mungkin akan ada dua kemungkinan. Anda tertarik untuk minum jamu, atau mungkin tidak. Terpenting, apapun jawaban Anda akan memperlihatkan kemungkinan bagi pemilik warung menyaksikan apakah Anda mampu menjadi kostumer memiliki peluang atau tidak sama sekali.
Itu lebih baik ketimbang pemilik warung itu pribadi menjelaskan pentingnya meminum jamu sesudah kehujanan dan sebagainya. Anda pasti akan menganggapnya angin lalu, bukan?
Itulah kenapa di pembinaan pemasaran, trainer akan mengajarkan Anda cara "bertanya", bukan cara "berbicara". Kaprikornus, bila Anda ternyata bukan seorang yang punya kesanggupan mengatakan yang baik, bukan bermakna Anda tidak mampu menjadi sales yang bagus, yah.
Sumber https://www.pojokreview.com/
EmoticonEmoticon