Rabu, 30 Desember 2020

Review Novel Kim Ji-Yeong Lahir Tahun 1982 : Feminisme Dan Praktik Misoginis

 


Informasi buku : 

Judul : Kim Ji-yeong; Lahir Tahun 1982 (82년생 김지영)

Penulis : Cho Nam Joo

Alih bahasa : Iingliana

Penerbit : Minumsa Publishing / PT Gramedia Pustaka Utama 

Tahun terbit : 2016 / 2019

Tebal buku : 192 hlm; 20cm


***


Kim Ji-yeong; Lahir Tahun 1982 ialah novel yang mengangkat tentang feminisme dan juga mempotrait praktik misoginis lewat kisah Kim Ji-yeong. Cho Nam Joo di dalam novelnya mendatangkan sosok Kim Ji-yeong yang lahir tahun 1982 di mana pada waktu itu perbandingan angka kelahiran anak perempuan jauh di bawah angka kelahiran anak laki-laki. Kim Ji-yeong lahir di dalam keluarga yang tidak menginginkan dirinya melainkan seorang anak laki-laki, beliau seorang perempuan yang menjadi bulan-bulan para guru laki-laki di sekolah, dan yang disalahkan ayahnya ketika ia diusik anak pria dalam perjalanan pulang dari sekolah di malam hari. 


Kim Ji-yeong ialah mahasiswi yang tidak pernah direkomendasikan dosen untuk pekerjaan magang di perusahaan ternama, karyawan teladan yang tidak pernah menerima penawaran khusus, serta istri yang melepaskan karier dan kebebasannya demi menjadi seorang ibu dan mengasuh anak. Terkejut, stress kemudian banyak hal yang tidak cocok dengan jati dirinya, Kim Ji-yeong perlahan berubah dan bersikap aneh, beliau mulai mengalami tertekan. 


Sosok Kim Ji-yeong mengingatkan kita dengan R. A Kartini, namun di periode yang lebih modern. Kim Ji-yeong menginginkan kesetaraan gender dan keadilan. Meskipun tidak mengutarakannya secara eksklusif, hal ini tampakdari paparan narasi ketika ibu Kim Ji-yeong yang mengandungnya namun nenek Kim Ji-yeong sama sekali tidak menghendaki cucu perempuan. Kemudian dikala seluruh pekerjaan rumah hanya di lakukan oleh anak perempuan, kuliner lezat diutamakan untuk adik pria Kim Ji-yeong, juga bagaimana perasaan Kim Ji-yeong saat ayahnya justru menyalahkan Kim Ji-yeong, menyuruhnya berpakaian dengan benar padahal yang ia pakai cuma seragam sekolah, menyuruhnya tidak pulang malam sedangkan jam belajar di Korea memang mirip itu, apalagi saat para pelajar mempunyai pelajaran pemanis atau mesti mengikuti les. Kim Ji-yeong  yang ketika itu harusnya dirangkul alasannya dia nyaris celaka karena diusik oleh anak laki-laki di malam hari justru dimarahi ayahnya. Dan bukankah anak pria itu juga bersalah dalam hal tersebut? 


Novel ini menangkap kegalauan-kegundahan para perempuan dengan sempurna. Contoh lainnya adalah saat Kim Ji-yeong sukses diterima kerja, beliau menghadiri acara minum-minum sesama rekan kerja, bos laki-lakinya memaksa Kim Ji-yeong untuk terus minum. Di ketika-saat konyol dan tidak adil seperti itu Kim Ji-yeong tidak bisa menyuarakan isi hati dan pemikirannya.


Ia sudah beralasan bahwa beliau sudah minum sampai melalui kapasitasnya, bahwa perjalanannya pulang ke tempat tinggal akan berbahaya, dan bahwa ia tidak mampu minum lagi, namun mereka kemudian berkata ada banyak laki-laki di sana, jadi Kim Ji-yeong tidak perlu khawatir. 


Justru  kalian lah yang paling membuatku khawatir, pikir Kim Ji-yeong sambil diam-membisu menuangkan minumannya ke gelas atau mangkuk kosong lain. (Halaman 115) 


Kemudian, saat orang-orang di sekeliling Kim Ji-yeong mulai sibuk dengan urusan orang lain, berkata mengapa Kim Ji-yeong yang sudah menikah tetapi belum mempunyai anak, apa kau tidak sehat, dll. Ia ingin sekali menyampaikan sesuatu namun tidak,


Kim Ji-yeong sama sekali tidak sedih. Yang tidak tahan dihadapinya ialah ketika-dikala seperti itu. Kim Ji-yeong ingin berkata bahwa ia sangat sehat, tidak butuh vitamin apapun, dan ia ingin membicarakan planning keluarganya dengan suaminya sendiri, bukan dengan saudara-kerabat yang baru pertama kali ditemuinya. Namun, yang bisa dikatakannya cuma, "Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja." (Halaman 133) 


Kim Ji-yeong paham betul masyarakatnya ialah masyarakat misoginis dan tidak semestinya perempuan menyuarakan usulan dan menga"ada"kan dirinya lalu menuntut hak bila tak mau terlibat ke dalam sebuah problem. 


Namun, seiring waktu, Kim Ji-yeong yang mesti melalui kala-masa kuliah, mencari pekerjaan, sampai telah bekerja lalu menikah mulai tidak tahan dan puncaknya yakni dikala suaminya menyarankan agar mereka memiliki seorang anak untuk mengatasi balasan dan pandangan orang lain. Suami Kim Ji-yeong ini cukup berpikiran terbuka dan penyayang, sehingga hasilnya Kim Ji-yeong  menyuarakan isi hatinya. Bahwa kalau ia mengandung dan melahirkan anak maka akan banyak yang harus dia relakan. 


"Kau berkata kita semestinya tidak memikirkan apa yang hilang dari kita. Aku mungkin akan kehilangan era muda, kesehatan, pekerjaan, rekan-rekan kerja, sobat-sahabat, planning hidup, dan abad depanku. Karena itu saya senantiasa memikirkan apa yang hilang dariku. Tetapi apa yang hilang darimu?" (Halaman 136) 


Kim Ji-yeong tidak mampu menyingkirkan perasaan tidak adil dan kehilangannya walaupun sang suami berkata bahwa dia akan banyak membantu Kim Ji-yeong yang terpaksa berhenti melakukan pekerjaan demi mengasuh anak. Kim Ji-yeong malah marah-marah dan berkata "Tidak bisakah kau berhenti mengoceh tentang bantuan?" Tetapi lalu dia merasa menyesal dan meminta maaf. Ia sadar, situasinya tidak akan berubah atau malah memburuk. Kim Ji-yeong kembali kehilangan suaranya. Setahun sehabis melahirkan putrinya, Kim Ji-yeong mengalami depresi dan harus menjalani perawatan. 


Novel yang sensasional dari Korea Selatan ini bergotong-royong memiliki alur kisah yang cukup datar, dalam artian konflik-pertentangan yang ada tidak begitu kompleks. Namun, yang menciptakan novel ini begitu ramai dibicarakan dan menarik untuk dibaca, yaitu karena tokoh dan apa yang terjadi begitu kongkret juga familiar. Tidak hanya familiar bagi pembaca di Korea namun juga pembaca di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Hal ini memperlihatkan bahwa meskipun kesetaraan gender sudah dipraktekkan di Indonesia, pengembangannya belum sempurna. Maka dari itu novel Kim Ji-yeong lahir tahun 1982 ini bersifat universal. 


Novel ini memberikan bahwa menjadi seorang wanita terlebih seorang ibu tidaklah mudah. Masyarakat semestinya berhenti menawarkan penghakiman sendiri, menerapkan standar masyarakat atau persyaratan-persyaratan orang yang diterima penduduk dan menebar kebencian jikalau seseorang tidak cocok standar. Berhenti menerapkan siklus belajar, kuliah, bekerja, menikah, mempunyai anak dan mengorganisir anak, pensiun, lalu mati. Kebahagiaan dan bagaimana kita menjalani hidup yaitu hak kita sendiri. 


Berhenti dengan laki-laki yang harus mencari duit dan perempuan yang mengorganisir anak. Berhenti menganggap bahwa seorang perempuan mesti pintar karena kelak mesti menjadi contoh dan mengajari anak-anaknya bukan sebab memang diperbolehkan berkarier kemudian meraih esensi dan keberadaan selaku seseorang, selaku pribadi. Jangan menjadi seorang ibu atas dorongan pihak lain jikalau tidak menginginkannya dan tidak siap, psikologis dan kesiapan mental seorang ibu dalam merawat dan mendidik anak sungguh penting, karena hal tersebut sungguh kuat kepada berkembang kembang dan keadaan mental sang anak. 


Tetapi, sebagaimana Kim Ji-yeong yang menjalani hal mirip itu, menerima bahwa tidak banyak yang mau berubah. Pembahasan tentang kesetaraan gender dan keadilan yang sempurna tidak akan menemui titik terperinci alasannya adalah seperti itulah tugas perempuan. Yang berganti hanyalah perempuan tetap mampu berkarier, tetapi tetap tidak bisa menghindar dari portrait seorang perempuan di kalangan penduduk misoginis, tetap tidak mampu meninggalkan peran selaku seorang ibu. 


Kim Ji-yeong; Lahir Tahun 1982 sudah diadaptasi oleh sutradara Kim Do-young menjadi sebuah film dengan judul yang sama. Meski Kim Ji-yeong di dalam novel mempunyai banyak keadaan di mana dia susah menyuarakan pemikirannya, di dalam film Kim Ji-yeong banyak mendapatkan kesempatan untuk menyatakan pemikirannya dan menuntut keadilan kepada orang-orang yang mendiskriminasi. Kim Ji-yeong adalah kita semua dan Cho Nam Joo sang penulis melalui tokoh dalam novelnya membagikan semangat terhadap semua wanita untuk menjadi independent woman tanpa melalaikan bagaimana peran sebagai seorang wanita. Akhir kata, biar di mana pun dan dari mana pun Kim Ji-yeong yang ada, mampu secepatnya pulih dan berdiri dari luka batin balasan hal-hal yang tidak menguntungkan selaku wanita. 


Sumber https://www.pojokreview.com/


EmoticonEmoticon