![]() |
Beberapa perjaka yang berperang melawan Belanda di Agresi Militer tertangkap. Banyak yang menyampaikan, hal itu disebabkan oleh banyaknya pembelot di kubu Indonesia. |
pojokreview.com - Ketika NKRI merdeka dari cengkraman Belanda, proklamasi digaungkan dan bendera merah putih dikibarkan, seluruh rakyat Indonesia bersuka cita. Tetapi, ternyata ada juga pihak-pihak yang tidak berbahagia dengan kemerdekaan itu. Adalah duo Suria, yang satu Suria Kartalegawa, Bupati Garut di tahun 1929. Dan satu lagi Suria Santoso, seorang prajurit berpangkat Mayor dari KNIL.
Duo Suria ini dikenal dan dicatat dalam sejarah bangsa sebagai dua orang (dari banyak) yang menentang kemerdekaan Indonesia dan memilih tetap berada di bawah Kerajaan Belanda. Alasan khususnya ialah takut kehilangan privilege (hak istimewa atau laba tertentu). Kata satu ini sudah diserap ke Bahasa Indonesia menjadi privilese.
Kenapa mereka menolak? Dan kenapa mereka merasa dirugikan dengan kemerdekaan RI?
Musa Soeria Kartalegawa
Suria yang pertama adalah Soeria Kartalegawa yang nama lengkapnya ditambah "Musa" di depannya. Nama "Musa" ini juga yang balasannya menjadi nama panggilan abad kecilnya, "Uca". Sejak lahir, Soeria yang satu ini sudah kadung kaya. Dia anak bupati Garut ke-5 yang berjulukan sama RAA Soeria Kartalegawa (tanpa "Musa").
Ia "naik tahta" di tahun 1929 menggantikan ayahnya. Sebelumnya dia menimba pendidikan dari sekolah-sekolah keren yang ditujukan untuk darah biru dan bawah umur bangsa Eropa, mulai dari ELS, HBS sampai Bestuur School. Lebih kerennya lagi, akhir sekolah beliau langsung bekerja mulai dari jadi amtenar kabupaten Cianjur, jadi ajun jaksa, jadi asisten residen, sampai jadi wedana dan kesannya jadi bupati.
Ketika jadi bupati, Soeria mengenalkan konsep pariwisata selaku pesona Garut dengan tajuk utama Vereeniging Mooi Garoet. Namun sayang, reputasinya cukup buruk di masyarakat, utamanya penduduk Garut. Ia dikenal selaku bupati yang korup dan menyalahgunakan kekuasaan. Setidaknya, itu catatan yang didapatkan ihwal Soeria yang satu ini.
Sampai alhasil, proklamator kemerdekaan RI, Soekarno - Hatta memproklamirkan negara RI, Musa Soeria Kertalegawa mulai ketakutan. Apalagi presiden pertama RI mengangkat Sutardjo Kertohadikusumo sebagai Gubernur Jawa Barat. Maka ketidaksenangannya semakin menjadi-jadi. Lebih tepatnya, dia takut nantinya Garut akan dibuat menjadi kabupaten yang lain, bangkit sebagai kabupaten demokratis. Maka, ia bisa saja kehilangan jabatannya sebagai bupati.
Tidak ingin membisu saja, Musa Soeria Kartalegawa menjajal melawan dengan mendirikan partai, yang disebut Partai Rakyat Pasundan (PRP) sekitar bulan November 1946. Tahun selanjutnya, Musa Soeria Kartalegawa menjajal hal yang lebih ekstrim ialah memproklamirkan negara berjulukan Negara Pasundan. Dengan pemberian dari beberapa tokoh militer Belanda, beliau hasilnya melaksanakan deklarasi negaranya tersebut di Bandung.
Sayangnya, semua orang menentangnya. Iya, bahkan gubernur jenderal terakhir Hindia Belanda, Van Mook (secara de facto) juga menolak inspirasi tersebut. Tokoh Sunda yang kuat seperti Wiranatakoesoema juga menolak. Dikatakan siapa pun yang menolak, alasannya bahkan ibu dan anak Soeria Kartalegawa juga menolak habis-habisan pandangan baru tersebut.
Namun, balasannya Negara Pasundan itu terwujud alasannya adalah RI pada mulanya berupa Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Negara Pasundan menjadi salah satu negara bagiannya. Malang bagi Soeria, tokoh penduduk yang dahulu menentangnya yaitu Wiranatakoesoema V yang diangkat menjadi Presiden Negara Pasundan. Namun, oleh Wiranatakoesoema V, Soeria dijadikan menteri.
Namun sehabis itu, Soeria menghilang bagai ditelan bumi. Penyebabnya adalah keberpihakannya pada Belanda (yang tiba bersama NICA) dikala Agresi Militer ke-2. Alhasil, oleh masyarakat Garut, ia diberi nama gres Soeria-Nica-Legawa.
Sardjono Soeria Santoso
Nama kedua yakni Soeria Santoso atau bernama panjang Raden Mas Sardjono Soeria Santoso. Keluarga ningrat asal Jawa Timur dan sekolah ala Eropa, sesungguhnya Soeria Santoso berhasil mencetak prestasi yang menakjubkan. Yah, dia ialah orang Jawa pertama yang diterima Akademi Militer Belanda.
Tahun 1921, beliau lulus dan menjadi Letnan dua KNIL dan berada di korps artileri. Lebih hebatnya lagi, dia yaitu satu-satunya perwira pribumi di artileri KNIL. Tahun 1935, Soeria Santoso menjadi Danyon Artileri di Jakarta berpangkat Kapten.
Tahun 1941, Soeria Santoso naik pangkat jadi Mayor. Itupun alasannya adalah ia ialah pribumi, karena pribumi umumnya lebih sukar naik pangkat. Baru saja sebentar jadi mayor, Jepang sukses mengalahkan Belanda sehingga Soeria Santoso risikonya pensiun dini, dan menjadi warga sipil.
Soeria Santoso bekerjsama sempat tergabung dengan Sutan Sjahrir, namun alasannya adalah mantan mayor, pengawasan militer Jepang terhadapnya cukup ketat. Kekalahan Jepang di tahun 1945 membuat ia sedikit tersenyum. Namun sayangnya, selaku mantan tentara Hindia Belanda, Mayor Soeria Santoso nyatanya masih terikat dengan sumpahnya untuk setia pada Ratu Belanda.
Meski pribumi, beliau tak pernah menyatakan diri sebagai nasionalis. Para pendiri republik ini sempat mengusulkan nama Soeria Santoso sebagai menteri pertahanan RI, namun Soeria tak memperlihatkan keinginannya.
Namun sayang sekali, meski berteman dengan para pendiri negeri ini, khususnya Sutan Sjahrir, Soeria Santoso justru bergabung lagi dengan KNIL ketika agresi militer. Ia bahkan ikut menyusun taktik untuk mengalahkan serdadu gerilya Indonesia. Ia bahkan diletakkan di bagian intelijen KNIL dan mempunyai hubungan baik dengan NICA.
Yah, pada ketika agresi militer Belanda baik yang pertama maupun yang kedua, Soeria ikut andil di dalamnya sebagai penyusun strategi perang. Sebagai pribumi tentunya beliau yang dibutuhkan untuk lebih mengenali medan di tanah air. Tahun 1946, pangkatnya dinaikkan menjadi Letnan Kolonel KNIL.
Lebih menariknya lagi, beliau jadi salah satu yang mengiringi Letnan Gubernur Jenderal Hubertos van Mook dalam perundingan Indonesia Belanda di Hooge Veluwe. Yah, ia tiba bareng Sultan Hamid II, serta Letnan Julius Tahija selaku "kontingen" Belanda saat bertemu dengan perwakilan Indonesia untuk berunding.
Banyak yang mengira, pembelotan Soeria Santoso dikarenakan; pertama sebab sumpahnya sebagai prajurit Belanda yang setia pada Ratu Belanda. Kedua, alasannya previlesenya sebagai perwira yang bahkan dinaikkan lagi pangkatnya menjadi Letkol hingga pensiun selaku kolonel KNIL.
Padahal, jika ia bergabung dengan TNI pasca proklamasi, maka dia dipastikan akan menjadi jenderal. Ia sempat menjadi Sekretaris Negara persoalan keselamatan dalam negeri dikala Indonesia menjadi RIS. Tahun 1950, ia ditangkap oleh serdadu republik.
Sumber https://www.pojokreview.com/
EmoticonEmoticon