Jumat, 10 April 2020

Contoh Tawaran Skripsi Imbas Versi Pembelajarankonstruktivisme Kepada Kesanggupan Berfikir Kreatif Siswa Dalam Pembelajaran Di Smk Manajemen Perkantoran (Mengelola Pertemuan Rapat)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARANKONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF SISWA DALAM PEMBELAJARAN DI SMK ADMINISTRASI PERKANTORAN (MENGELOLA PERTEMUAN RAPAT) A.     Latar Belakang Dalam pendidikan, belajar dan mengajar ialah dua desain yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, berguru menawarkan apa yang mesti dikerjakan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (target ajar), sedangkan mengajar memperlihatkan apa yang mesti dijalankan oleh guru sebagai pengajar. CITATION Ahm05 \p 33 \l 2057 (Sabri, 2005, hal. 33) Sekolah selaku forum formal, telah seharusnya mulai menerapkan paradigma baru dalam pendidikan. Seperti gaya mengajar, pendekatan, strategi, ataupun tata cara bealajar yang lebih efektif. Hal tersebut sangat bermakna, alasannya forum formal ini sungguh dibutuhkan peranannya dalam membentuk sumber daya insan yang lebih bermutu dan berkhasiat bagi agama, bangsa dan Negara. Dalam pendidikan di kurun 21 ini salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal ialah masih rendahnya kesanggupan memahami pelajaran. Hal ini dikarenakan keadaan pembelajaran masih bersifat konvensional atau guru masih mendominasi dan tidak menawarkan susukan bagi siswa untuk meningkat secara mandiri melalui proses berpikirnya. CITATION Tri07 \p 1 \l 2057 (Trianto, 2007, hal. 1) Pada kenyataannya pendidikan formal juga masih menekankan terhadap pemikiran yang tidak produktif, menggunakan sitem hapalan, dan mencari satu tanggapan yang benar saja saat diberi soal atau peran. Akbitanya, kreativitas siswa pun mampu terhambat. Proses pedoman yang tinggi termasuk berpikir inovatif jarang sekali dilatih. Sehingga pembelajaran mirip ini mampu menyebabkan kekakuan dalam proses berpikir dan kurang luas dalam meninjau sebuah persoalan. Pada dasarnya manusia diberi kesanggupan untuk berpikir dan memiliki potensi untuk menciptakan banyak sekali hal yang memperlihatkan arti bagi sebuah kehidupan. Bakat dan inovatif itu dimiliki oleh setiap orang, karena sertiap orang memiliki kecendurungan atau dorongan untuk mewujudkan potensinya. Oleh sebab itu, sungguh penting sekali bagi kita untuk mulai belajar menyebarkan kemampuan berpikir kreatif dalam diri kita. Dimana, untuk mampu memupuk, berbagi serta memajukan kesanggupan berpikir tesebut, perlu diciptakan lingkungan yang inovatif juga. Lingkungan disini maksudnya orangtua, guru, teman, maupun penduduk yang harus menawarkan peluang untuk berbagi kreativitasnya. Dalam pendidikan, guru merupakan salah satu faktor pendorong yang penting untuk memajukan kreativitas siswa disekolah. Banyak hal yang dapat dikerjakan guru untuk merangsang dan mengembangkan daya pikir siswa, sikap dan sikap inovatif siswa. Diantaranya lewat versi pembelajaran yang inovatif, ialah versi mengajar yang dijalankan untuk membuatkan kreativitas siswa. Salah satu model yang sering dipakai oleh guru ialah modelpembelajaran humanistik saja, dimana model ini bersifat kaku, kompetitif dan satu arah (hanya terjadi proses stimulus dan respon). Sehingga membuat anak menjadi jenuh dan tidak diberikan kesempatan untuk berkreasi. Model lain yang dapat dipakai oleh guru dalam proses pembelajaran yaitu versi konstruktivisme. Model konstruktivisme ini merupakan taktik yang pembelajarannya berpusatkan terhadap siswa. Dimana siswa mampu mengolah atau menertibkan ingatan jangka panjangnya ihwal suatu konsep melalui penglibatan yang aktif dalam mengaitkan pengetahuan yang diterimanya dengan pengetahuan yang ada sebelumnya untuk mendapatkan wawasan yang gres ( discovery learning ). Menurut persepsi konstruktivistik belajar ialah suatu proses pembentukan pngetahuan. Dimana, pembentukan ini mesti dilakukan oleh individu yang berguru. Ia harus aktif melaksanakan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep, dan memberi makna ihwal hal-hal yang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi potensi maksimal bagi terjadinya mencar ilmu. Namun yang kesannya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat berguru siswa itu sendiri. Dengan ungkapan lain mampu dibilang bahwa pada hakikatnya kendali mencar ilmu sepenuhnya ada pada siswa. CITATION Bru09 \l 2057 (Joyce, 2009) Dalam hal ini sungguh penting bahwa siswa dimungkinkan untuk menjajal bermacam-macam cara belajar yang sesuai dan juga penting bahwa guru membuat bermacam-macam situasi dan tata cara yang membantu siswa. Dari perspektif konstruktivisme ini, siswa perlu membangun pengetahuannya sendiri, terlepas dari bagaimana mereka belajar. Maka dari itu model pembelajaran konstruktivisme diperlukan dapat mengantarkan siswa dalam membangun pemahamannya ihwal mata pelajaran Produktif di SMK Administrasi Perkantoran, utamanya materi wacana Mengelola Pertemuan Rapat. Setelah dikemukakan klarifikasi mengenai kurangnya siswa berpikir inovatif dalam kegiatan pembelajaran, serta model pembelajaran konstruktivisme dalam proses pembelajarannya yang dimana siswa mesti berperan aktif dalam proses pembealjarannya. Maka penulis kepincut untuk meneliti apakah ada pengaruhnya ketika model pembelajaran yang digunakan model konstruktivisme kepada kemampuan berpikir inovatif siswa dalam mata pelajaran Produktif.Oleh alasannya adalah itu penulis mengangkat judul “Pengaruh Model Pembelajaran Konstruktivisme kepada Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa dalam Mata Pelajaran Produktif di Sekolah Menengah kejuruan Administrasi Perkantoran (Mengelola Pertemuan Rapat)”. B.      Identifikasi Masalah Berdasakan latar belakang yang sudah dikemukakan diatas, maka mampu diidentifikasikan beberapa persoalan yang timbul, antara lain: 1.       Rendahnya kesanggupan berpikir kreatif siswa dalam mata pelajaran produktif (mengurus konferensi rapat). 2.       Model mengajar yang guru terapkan masih kurang dalam mengaktifkan siswa dikelas. 3.       Model mengajar yang guru pakai, kurang kuat kepada kemampuan berpikir kreatif siswa. C.     Rumusan Masalah Mengingat luasnya persoalan yang sudah diungkapkan maka perlu dibatasi, diantaranya adalah : 1.       Model pembelajaran yang digunakan ialah model konstruktivisme. 2.       Kemampuan berpikir inovatif siswa yang hendak di teliti yakni kemampuan berpikir inovatif siswa secara verbal pada mata pelajaran produktif manajemen perkantoran adalah bahan wacana mengelola pertemuan rapat. Dari persoalan yang telah dibatasi maka mampu dirumuskan urusan yang mau diteliti selaku berikut : Apakah terdapat dampak antara versi pembelajaran konstruktivisme dalam mata pelajaran produktif kepada kesanggupan berpikir kreatif siswa di kelas XI Sekolah Menengah kejuruan Administrasi Perkantoran. D.     Tujuan Tujuan biasa dari observasi ini adalah untuk menemukan wawasan dan melaksanakan kajian secara ilmiah wacana efek versi pembelajaran konstruktivisme dalam mata pelajaran produktif kepada kemampuan berpikir kreatif siswa di kelas XI Sekolah Menengah kejuruan Administrasi Perkantoran. Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini yaitu selaku berikut : 1.       Mengetahuai bagaimana citra model pembelajaran yang dipraktekkan di Sekolah Menengah kejuruan Administrasi Perkantoran. 2.       Mengetahui bagaimana proses berpikir kreatif siswa di kelas XI pada mata pelajaran Produktif materi mengorganisir konferensi rapat di SMK Administrasi Perkantoran. 3.       Mengetahui apakah ada pemgaruh model pembelajaran yang diterapkan di Sekolah Menengah kejuruan dengan berpikir kreatif siswa. E.      Manfaat Jika tujuan penelitian yang dikemukakan di atas dicapai, observasi ini akan menunjukkan dua macam kegunaan, ialah kegunaan teoritis dan kegunaan mudah. Dimana, kegunaan teoritis dari hasil observasi ini memperlihatkan dukungan bagi Sekolah Menengah Kejuruan jurusan Administrasi Perkantoran. Temuan-temuan ini mampu di jadikan materi pengembangan teoritik, sehingga dapat melahirkan kembali temuan ilmiah yang lebih produktif. Secara simpel, hasil penelitian ini diantaranya berguna selaku bahan infromasi bagi pendidik yang mengajar di SMK jurusan Administrasi Perkantoran, bahwa versi pembelajaran yang cocok untuk mengukur tingkat kesanggupan inovatif siswa ialah menggunakan versi pembelajaran konstruktivisme. Sebagai bahan masukan bagi para guru dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan model pembelajaran yang baik dipakai untuk mengembangkan kesanggupan berpikir inovatif siswa. Dan selaku materi bagi pembaca atau pihak lain yang membutuhkan info dan data yang berhubungan dari hasil observasi, khususnya mengenai dampak model pembelajaran kostruktivisme terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa. F.      Landasan Teori 1.       Konstruktivisme a.        Pengertian Konstruktivisme Konstruktivisme ialah ajaran filsafat pengetahuan yang berpendapt bahwa wawasan ( knowlagde ) merupakan hasil konstruksi (bentukan) dari orang yang sedang berguru. Maksudnya setiap orang membentuk pengetahuannya sendiri. Kukla (2003:12) secara tegas menyatakan bahawa sebenarnya setiap orang yakni konstruktivis. Pengetahuan bukanlah “sesuatu yang sudah ada disana”dan tinggal mengambilnya, tetapi ialah sebuah bentukan terus menerus dari orang yang mencar ilmu dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena pemahaman yang baru. CITATION Sut13 \p 161 \l 2057 (Adisusilo, 2013, hal. 161) Teroi konstruktivisme berkembanag dari teori Kognitif Piaget dan teori mempunyai arti Ausubel. Teori konstruktivisme adalah suatu ajaran filsafat wawasan yang menyampaikan bahwa kita yang membentuk wawasan secara aktif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada. CITATION Pau01 \p 38 \l 2057 (Suparno, 2001, hal. 38) Konstruktivisme ialah landasan berfikir (filosofi) pendekatan kontekstual yakni bahwa pengetahuan dibangun oleh insan bertahap, yang risikonya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, desain, atau kaidah yang siap diambil dan dikenang. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna lewat pengalaman aktual. CITATION Tri07 \p 113 \l 2057 (Trianto, 2007, hal. 113) Sebagai teori belajar, konstruktivisme menyebutkan bahwa wawasan seseorang tidak bertambah terus saja, namun manusia terus membangun kembali (reconstruct) pengetahuannya. Paul Suparno (2001 : 62) mengungkapkan bahwa “Menurut konstruktivisme, pelajar sendirilah yang bertanggung jawab atas hasil belajarnya. Mereka membawa pemahaman yang lama dalam suasana yang gres. Mereka sendiri yang membuat penalaran atas apa yang sudah dipelajarinya dengan cara yang ia perlukan dalam pengalaman baru”. Menurut Betterncourt, Shymansky, Watt & Pope yang dikutip Paul Suparno, mengemukakan bahwa : “Bagi konstruktivisme aktivitas belajar yaitu acara yang aktif, dimana pelajar membangun sendiri pengetahuannya. Pelajar mencari arti sendiri dari apa yang mereka pelajari. Ini merupakan proses menyesuaikan desain dan ilham-pandangan baru gres dengan kerangka berfikir yang sudah ada dalam fikiran mereka” (Suparno, 2001, hal. 62) Pola pembelajaran dengan memakai pendekatan konstruktivisme secara garis besar berisikan beberapa tahap selaku berikut : 1)       Invitation adalah dimana guru mempergunakan struktur kognitif yang telah ada pada siswa untuk membahas konsep-desain sehingga siswa tergugah motivasinya untuk berguru. 2)       Eskplorasi adalah menyangkut interaksi siswa dengan lingkungan alam atau lingkungan fisik di sekitarnya. Dalam tahap ini guru bertindak sebagai fasilitator biar siswa secara aktif memakai desain-konsep baru. 3)       Solusi atau eksplorasi adalah di mana siswa dihadapkan pada situasi persoalan yang menyangkut konsep atau prinsip yang baru diterimanya untuk menyelesaikan persoalan yang diberikan atau dihadapi. 4)       Tindak lanjut yakni di mana siswa mengembangkan perilaku dan sikap untuk meningkat lebih jauh. 5)       Ekspansi yakni di mana siswa diminta untuk belajar sendiri berbagai aplikasi dan ekspansi aneka macam desain dan prinsip yang sudah dipelajari. Berdasarkan penjelasan diatas, mampu ditarik kesimpulan bahwa dalam acara belajar mengajar pada model konstruktivisme siswa sendiri yang aktif secara mental membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang sudah dimilikinya. Guru lebih bersifat selaku fasilitator dan perantara pembelajaran. Penekanan dalam mencar ilmu mengajar lebih berfokus pada suksesnya siswa dalam mengerti atas apa yang dijalankan. b.       Prinsip Pembelajaran Konstruktivisme Salah satu aspek yang paling utama dalam pembelajaran konstruktivisme yakni pengajaran dan pembelajaran yang berpusatkan pada siswa. Pengetahuan yang dimiliki oleh siswa merupakan hasil dari kegiatan yang dilaksanakan oleh siswa tersebut dan bukan pengejaran yang diterima secara pasif. Adapun menurut caine dan caine (1991), pembelajaran konstruktivisme mempunyai 12 prinsip dasar, antara lain CITATION Teo07 \l 2057 (Hermawati, 2007) : 1)       Otak adalah alat yang paling utama. Karena ia memproses banyak jenis inspirasi termasuk asumsi, emosi, dan pengetahuan budaya. 2)       Pembelajaran melibatkan keseluruhan fisiologis. Guru tidak boleh menitikberatkan keapada kemampuan intelektual saja. 3)       Usaha dalam mencari wawasan bersifat personal dan unik. Hal ini terjadi sebab pengertian siswa dibangun sendiri dan didasari oleh pengalaman uniknya. 4)       Pembelajaran yang efektif ialah saling menghubungkan antara pandangan baru dan acara dengan suatu konsep dan tema yang global. 5)       Emosi yaitu aspek kritis dalam pembelajaran. Pembelajaran hendaknya dipengaruhi oleh emosi, perasaan, dan sikap. 6)       Kemampuan otak memproses sebagian kecil sampai keseluruhannya secara serempak sehingga tidak terjadi suatu persoalan. 7)       Pembelajaran melibatkan perhatian yang terkonsentrasi dan persepsi dari lingkungan, kebudayaandan iklim. 8)       Pembelajaran melibatkan proses secara sadar dan tidak sadar. Siswa membutuhkan waktu untuk memproses “apa”dan “bagaimana”isi pelajarannya. 9)       Terdapat sedikitnya dua jenis kenangan, adalah metode ingatan ruang dan metode kenangan untuk pembelajaran hapalan. Pengajaran yang terlalu memprioritaskan pembelajaran hapalan tidak dapat memajukan pembelajaran ruang dan pembelajaran yang berasaskan pengalaman sehingga pemahaman siswa menjadi terhambat dan tidak menyeluruh. 10)   Pembelajaran yang menitikberatkan kepada eksperimen yakni paling efektif. 11)   Pembelajaran dengan penguatan. Penguatan tidak selalu hal yang mengasyikkan, namun bisa juga sebaliknya. Hal ini diterapkan kepada siswa diubahsuaikan dengan suasana pembelajaran yang ada, dimana penguatan ini juga tidak menciptakan siswa menjadi frustasi. 12)   Setiap otak adalah unik dan berbeda. Pembelajaran haruslah diimplementasikan terhadap siswa sehingga siswa mampu membangun pemikirannya masing-masing. c.        Peranan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Konstruktivisme 1)       Peranan Siswa Peranan siswa, menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan sebuah proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini mesti dijalankan oleh siswa. Ia harus aktif melakukan acara aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai eksklusif yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan permulaan tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksikan wawasan yang baru. Oleh sebab itu meski kemampuan permulaan tersebut masih sungguh sederhana atau tidak cocok dengan pertimbangan guru, semestinya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan. CITATION Asr09 \p 58-59 \l 2057 (Budiningsih, 2009, hal. 58-59) . Menurut teori ini, bahu-membahu memandang siswa selaku pribadi yang telah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Dan guru cuma selaku fasilitator saja atau sebagai prakarsa dalam menata lingkungan yang menunjukkan potensi maksimal bagi siswa dalam proses pembelajaran. Namun yang balasannya paling memilih terwujudnya gejala mencar ilmu adalah niat belajar siswa sendiri. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa. 2)       Peranan Guru Peranan guru dalam teori konstruktivisme, berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berlangsung tanpa gangguan. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.  Di sini guru dituntut untuk lebih mengetahui jalan asumsi atau cara pandang siswa dalam mencar ilmu. Guru tidak mampu mengklaim bahwa satu-satunya cara yang sempurna adalah yang serupa dan sesuai dengan kemaunnya. CITATION Asr09 \p 59 \l 2057 (Budiningsih, 2009, hal. 59) Dalam teori konstruktivistik seorang guru hanya berperan selaku fasilitator yang mana, guru sebisa mungkin menumbuhkan kemandirian siswa dengan cara menawarkan kesempatan siswa untuk mengambil keputusan dan bertindak, dan bagaimana cara menumbuhkan ketrampilan siswa dan menawarkan siswa sistem bantuan yang memberikan kemudahan dalam mencar ilmu agar memiliki kesempatan belajar secara optimal. Menurut prinsip pembelajaran konstruktivistik, seorang pengajar atau guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang menolong biar proses mencar ilmu siswa berjalan dengan baik ialah; a)           Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggungjawab, memberi pelajaran atau ceramah bukanlah peran utama seorang guru. b)           Menyediakan atau menawarkan aktivitas-aktivitas yang merangsang keingintahuan siswa dan menolong mereka untuk mengekspresikan gagasannya dan mengkomunikasikan inspirasi ilmiah mereka, menawarkan sarana secara produktif menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses mencar ilmu siswa. Guru perlu menyemangati siswa dan menawarkan pengalaman konflik. c)           Memonitor, memeriksa dan memberikan apakah fatwa siswa  berlangsung atau tidak. Guru mempertanyakan apakah wawasan siswa mampu diberlakukan untuk menghadapi dilema baru yang berkaitan. Guru membantu mengecek hipotesis dan kesimpulan siswa. 3)       Sarana Belajar Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar ialah kegiatan siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti materi, perlengkapan, lingkungan dan kemudahan yang lain disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya sendiri ihwal sesuatu yang dihadapi. Dengan cara demikian siswa akan terbiasa dan berpengalaman untuk berfikir kritis, kreatif, dan mampu mempertanggungjawabkan pemikirannya secara rasional. 4)       Evaluasi Belajar Pandangan konstruktivistik  mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai persepsi dan interpretasi kepada realitas, konstruksi pengetahuan serta aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan pengalaman. Pandangan konstruktivistik mengemukakan bahwa realitas ada pada asumsi seseorang. Evaluasi belajar pada persepsi konstruktivistik menggunakan goal free evaluation, ialah suatu konstruksi untuk menangani kelemahan penilaian pada tujuan spesifik. Hasil mencar ilmu konstruktivistik lebih tepat dinilai dengan metode goal free. Evaluasi yang digunakan  untuk menilai hasil belajar konstruktivistik memerlukan proses pengalaman  kognitif bagi tujuan konstruktivistik. Bentuk-bentuk evaluasi konstruktivistik mampu diarahkan pada tugas-peran autentik, mengkontruksi wawasan yang menggambarkan proses berfikir yang lebih tinggi mirip penemuan, juga sintesis dan mengarahkan penilaian pada konteks yang luas dengan aneka macam perspektif. d.       Proses Pembelajaran Konstruktivisme di Kelas Berdasarkan paparan kajian teori diatas tentang apa itu teori kontruktivisme, selanjutnya akan di implementasikan teori ini di kelas mata pelajaran  mengurus konferensi rapat. Adapun beberapa penerapannya ialah: 1)       Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar a)       Awal pembelajaran dikelas siswa diberikan salinan bahan ihwal ruang lingkup pengelolaan rapat, meliputi; (1) pengertian rapat,(2) tujuan rapat, (3) jenis-jenis rapat, (4) komponen-bagian rapat, (5) teknik penyelenggaraan rapat, (6) identifikasi kebutuhan rapat, (7) macam-macam tata-tata ruang rapat, yang mana telah disiapkan sebelumnya. b)       Kemudian dilanjutkan dengan simulasi video yang ditanyangkan di infocus perihal rapat. Dari video ini guru mendorong siswa untuk berpikir berdikari, bagaimana proses rapat dari permulaan sampai tamat. c)       Dari video yang sudah ditampilkan siswa menciptakan beberapa kesimpulan dan menjadikannya pertanyaan kemudian menganalisis serta menyebarkan proses berguru mereka sendiri. 2)       Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan peluang beberapa waku terhadap siswa untuk menanggapi a)       Setelah siswa selesai melihat videoyang ditampilkan tentang pengelolaan rapat, lalu guru mengajukan beberapa pertanyaan (teladan: mengenai tata ruang rapat yang dipakai, jenis rapat yang sedang berlangsung, dll). b)       Dengan cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa meresponatau menjawab pertanyaannya, maka akan mendorong siswa untuk membangun kesuksesan dalam melaksanakan pengusutan bagaimana pengelolaan rapat itu. 3)       Mendorong siswa untuk berpikir aktif a)       Guru yang menerapkan proses pembelajaran kontruktivisme akan menantang para siswa untuk bisa meraih hal-hal yang gres, dimana proses jangkauan tersebut dibantu dengan pengalaman sebelumnya atau pengetahuan yan sebelumnya sudah mereka miliki. b)       Dengan proses pembelajaran kontruktivisme juga guru mendorong untuk menghubungkan dan mmerangkum konsep-desain lewat analisis, prediksi, dan menjaga gagasan-pemikiran atau pemikirannya. Sebagai teladan menganalisis video yang tadi sudah ditampilkan dengan salinan bahan yang sudah diberikan. 4)       Siswa terlibat secara aktif dalam dialog diskusi dengan guru dan siswa yang lain a)       Kemudian guru menerangkan kembali tanya jawab yang sudah berlangsung sebelumnya dengan cara memperlihatkan power point. Agar siswa tidak salah dalam mengimplmentasikannya. b)       Setelah simpulan memperlihatkan klarifikasi ulang. Guru memperlihatkan peran untuk membagi siswa kedalam beberapa kelompok yang bertujuan untuk melakukan simulasi rapat dari awal hingga final. 5)       Guru memberikan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi interaktif a)       Setelah melaksanakan pembagian kelompok acak, guru memperlihatkan beberapa intruksi atau perintah bagaimana proses rapat tersebut (siswa diberikan soal bagaimana proses rapat berjalan). b)       Tujuan dilaksanakan praktek penyelenggaraan rapat ini didukung teori pembeljaran kontruktivisme dimana siwa dituntut mampu berbagi wawasan yang gres di dapat dan dihubungkan dengan wawasan yang sebelumnya dimiliki oleh siswa. c)       Peran guru yaitu selaku fasilitator. d)      Setelah final melakukan praktek tugas guru yakni sebagai evaluator. 2.       Berpikir Kreatif Siswa a.        Konsep Berpikir Kreatif Berpikir asal katanya ialah pikir. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia CITATION Pus07 \p 872 \l 2057 (Kemendiknas, 2007, hal. 872) , pikir bermakna logika kebijaksanaan, kenangan, angan-angan, pertimbangan atau pertimbangan. Berpikir artinya menggunakan logika kebijaksanaan untuk menimbang-nimbang dan menetapkan sesuatu, serta mempertimbangkan dalam ingatan. Sedangkan para hebat psikologi kognitif memandang berpikir ialah aktivitas memproses gosip secara mental atau secara kognitif. Berpikir dianggap sebagai proses penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik informasi dari lingkungan maupun simbol- simbol yang disimpan dalam memori jangka panjang, maka dari itu, berpikir diartikan sebagai suatu representasi simbol dari beberapa peristiwa atau item CITATION Nya06 \p 117 \l 2057 (Khodijah, 2006, hal. 117) . Jika dikaitkan dengan pemecahan masalah, berpikir ialah suatu proses mental yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan seperti menghubungkan pengertian yang satu dengan pemahaman yang lain dalam sistem kognitif yang diarahkan untuk menciptakan solusi dalam memecahkan persoalan. Kreatifitas bukanlah sebuah kata-kata mutiara yang langsung untuk sesuatu yang gila bagi manusia, kreatifitas justru ialah sebuah sisi dari insan yang menandai “manusianya” seseorang. Karena dengan kreatifitas inilah manusia mampu berada pada kemajuan di beberapa bidang kehidupan. Seperti yang sering diungkapkan para spesialis, setiap orang yaitu inovatif meskipun dengan tingkat yang berlawanan atau dengan cara pengekspresian yang berlainan. Buzan (2004:25) dalam bukunya The Power of Creative Intelligence Sepuluh Cara Kaprikornus Orang yang Jenius Kreatif menjelaskan pengertian dari Creative Intelligence atau Kecerdasan Kreatif. Creative Intelligence (Kecerdasan Kreatif) ialah kemampuan kita memunculan pandangan baru-ilham gres, menuntaskan problem dengan cara yang khas, dan untuk lebih meningkatkan imajinasi, prilaku, dan produktivitas kita. Filsaime (2008:16) mengutip pertimbangan dari Torrance perihal perngertian berpikir kreatif dalam bukunya Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif  bahwa berpikir kreatif ialah “Sebuah proses menjadi sensitif pada atau sadar akan duduk perkara- dilema, kelemahan, dan celah-celah di dalam wawasan yang untuknya tidak ada solusi yang dipelajari; menjinjing serta isu yang ada dari gudang memori atau sumber-sumber eksternal; mendefinisikan kesusahan atau mengidentifikasi unsur-komponen yang hilang; mencari solusi-penyelesaian; menerka, menciptakan alternatif- alternatif untuk menuntaskan masalah, menguji kembali alternatif tersebut; menyempurnakannya dan balasannya mengkomunikasikan hasil-kesannya”. Menurut Asmani (2014:2) berpikir inovatif ialah kesanggupan (berdasarkan data dan gosip yang tersedia) untuk menunjukkan gagasan-gagasan baru dengan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap sebuah dilema, yang menekankan sisi kuantitas, ketergantungan, keragaman balasan, dan menerapkan dalam pemecahan duduk perkara. Berpikir kreatif mengggunakan dasar proses berpikir untuk berbagi atau menemukan ide atau hasil yang orisinil, estetis dan konstruktif yang berhubungan dengan pandangan dan rancangan serta menekankan faktor berpikir intuitif dan rasional, terutama dalam memakai isu dan bahkan untuk menimbulkan atau menjelaskan dengan perspektif orisinil pemikir. Berdasarkan beberapa definisi diatas mampu ditarik kesimpulan bahwa berpikir inovatif yaitu suatu acara mental yang digunakan seseorang untuk membangun ilham atau gagasan baru dari kumpulan ingatan yang berisi banyak sekali inspirasi, informasi, rancangan, pengalaman dan wawasan. Berpikir inovatif ialah sebuah proses yang digunakan saat seseorang mendatangkan atau menimbulkan pandangan baru baru, sedangkan kreativitas ialah produk berpikir kreatif. b.       Karakteristik Siswa yang Kreatif Kemampuan berpikir inovatif ialah kesanggupan seseorang dalam menemukan pemikiran atau ilham baru dalam memecahkan persoalan dengan memakai pengalaman sebelumnya yang sudah mereka miliki.Pada dasarnya para jago memliki pandangan yang sama wacana karakteristik dari kesanggupan berpikir kreatif. Namun, untuk menawarkan kejelasan dan pemahaman yang sesuai, maka peneliti akan memaparkan empat karakteristik umum yang nantinya akan menjadi indikator yang mau digunakan dalam penelitian ini, antara lain: 1)       Keterampilan berpikir tanpa hambatan (Fluency) Keterampilan berpikir tanpa kendala (fluency) di sini termasuk dalam mencetuskan banyak ide, balasan, solusi masalah atau pertanyaan. Memberikan banyak cara atau anjuran untuk melakukan berbagai hal serta selalu mempertimbangkan lebih dari satu balasan. Ini mungkin ialah salah satu indikator yang paling besar lengan berkuasa dari berpikir kreatif, karena semakin banyak pandangan baru, maka semakin besar kemungkinan yang ada untuk menemukan suatu pandangan baru yang signifikan. 2)       Keterampilan berpikir luwes (Flexibility) Fleksibilitas adalah kemampuan untuk mengatasi rintangan-rintangan mental, mengubah pendekatan untuk sebuah duduk perkara. Tidak terjebak dengan mengasumsikan hukum-hukum atau keadaan-keadaan yang tidak bisa diterapkan pada sebuah dilema. Sehingga siswa mampu menerapkan suatu desain atau suatu asas dengan cara yang berbeda-beda. 3)       Keterampilan berpikir orisinil (Originality) Katagori orisinalitas mengacu pada keunikan dari tanggapanapa pun yang diberikan. Orisinalitas yang ditunjukkan oleh suatu respon yang tidak biasa, unik dan jarang terjadi sehingga bisa menciptakan variasi-variasi yang tidak lazim dari bagian-bab atau komponen-unsur. 4)       Keterampilan merinci (Elaboration) Kemampuan untuk menguraikan suatu objek, gagasan, atau situasi tertentu secara mendetail sehingga menjadi sesuatu yang lebih menawan.  c.        Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas Siswa Pada awalnya, kreativitas dipandang selaku aspek bawaan yang hanya dimiliki oleh individu tertentu. Dalam kemajuan selanjutnya, ditemukan bahwa kreativitas tidak meningkat secara otomatis namun memerlukan rangsangan dari lingkungan. Beberapa faktor-aspek yang mempengaruhi kreativitas adalah : Utami Munandar mengemukakan bahwa faktor-aspek yang menghipnotis kreativitas yaitu CITATION Moh11 \p 53 \l 2057 (Asrori, 2011, hal. 53) : 1)       Usia 2)       Tingkat pendidikan orang renta 3)       Tersedianya akomodasi 4)       Penggunaan waktu luang Lehmen memberikan citra fundamental tentang aspek-faktor yang mensugesti kreativitas anak. Faktor-aspek tersebut antara lain CITATION Sur14 \p 95-96 \l 2057 (Suryadi, 2014, hal. 95-96) : 1)       Faktor lingkungan rumah Di rumah banyak kondisi-keadaan yang mempengaruhi kemajuan kreativitas anak. Rumahlah yang dianggap selaku lingkungan pertama yang menghidupkan kesanggupan alamiah anak untuk bersikap kreatif. Untuk itu penting bagi orang renta menyadari bahwa setiap anak mempunyai kepribadian yang unik, eksklusif yang memiliki minat dan bakat yang berlawanan-beda. Tanggung jawab orang renta yaitu mengenal peluanganaknya dan mampu membuat suasana di dalam keluarga yang mampu memupuk perwujudan bagi anaknya. 2)       Faktor lingkungan sekolah Sekolah terkadang lebih banyak menunjukkan penghargaan pada berpikir konvergen dibandingkan dengan berpikir divergen. Dengan cara seperti ini pastinya dapat menghalangi kreativitas berpikir anak. Untuk itu pembelajaran-pembelajaran di sekolah mesti dibentuk sedemikian rupa supaya anak mampu berpikir secara holistik dan dapat diperkaya dan memberi makna pada kemajuan kreativitasnya. 3)       Faktor lingkungan sosial Berkaitan dengan keadaan masyarakat yang ada, sikap mereka yang kurang mendukung sikap kreatif anak dan kurang menunjukkan penghargaan pada perjuangan-perjuangan kreativitas ialah salah satu hal yang dapat menghalangi munculnya kreativitas. Untuk itu orang renta, pendidik dan penduduk mesti menawarkan suasana yang kondusif dalam upaya pengembangan kreativitas anak. 4)       Faktor keuangan Anak-anak yang berasal dari latar belakang status ekonomi sosial tinggi condong lebih inovatif ketimbang yang berasal dari status ekonomi rendah, karena mereka memiliki akomodasi yang mampu menunjang kemajuan kreativitasnya. 5)       Kurangnya waktu luang Orang bau tanah yang selalu memantau anak dikala bermain, terlalu cemas, menuntut kepatuhan, terlalu banyak melontarkan kritik pada anak dan jarang memuji hasil kreativitas anak yakni suatu lingkungan yang memberi keleluasaan untuk mengungkapkan diri, mengungkapkan asumsi dan perasaannya tanpa takut dicela, ditertawakan atau dihukum. Kalau segala perumpamaan itu diterima dan dihargai oleh orang tua, anak akan cenderung mengulanginya, kemudian membuatnya acuan perilaku yang mampu mendorong bakat kreatifnya. d.       Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Proses pembelajaran pada hakekatnya adalah menyebarkan aktivitas dan kreativitas penerima bimbing, lewat aneka macam interaksi dan pengalaman mencar ilmu. Namun dalam pelaksanaannya acap kali kita tidak sadar, bahwa masih banyak kegiatan pembelajaran yang dijalankan justru menghalangi acara dan kreativitas penerima bimbing. Menurut Suryadi untuk mengembangkan kreativitas, faktor-aspek yang perlu diamati antara lain CITATION Sur14 \p 97 \l 2057 (Suryadi, 2014, hal. 97) : 1)       Aspek kemampuan kognitif, dimana anak mampu berbagi berpikirnya untuk berpikir divergen, adalah kesanggupan untuk memikirkan aneka macam alternatif pemecahan suatu problem. 2)       Aspek pengindraan, dimana anak mampu memperoleh sesuatu yang tidak dapat dilihat atau dipikirkan orang lain. 3)       Aspek kecenderungan emosi, faktor ini berhubungan dengan keuletan, ketabahan dan ketabahan dalam menghadapi ketidakpastian dan banyak sekali masalah kemajuan kreativitas pada diri anak. Dedi Supriadi mengemukakan sejumlah perlindungan yang dapat digunakan untuk membimbing pertumbuhan belum dewasa inovatif, adalah CITATION Moh11 \p 58-59 \l 2057 (Asrori, 2011, hal. 58-59) : 1)       Menciptakan rasa kondusif kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya. 2)       Mengakui dan menghargai pemikiran -pemikiran anak. 3)       Menjadi pendorong bagi anak untuk mengkomunikasikan dan merealisasikan pemikiran -gagasannya. 4)       Membantu anak mengetahui divergensinya dalam berpikir dan bersikap, dan bukan malah menghukumnya. 5)       Memberikan potensi untuk mengkomunikasikan ide-gagasannya. 6)       Memberikan isu mengenai peluang-kesempatan yang tersedia. Gibs berdasarkan aneka macam penelitiannya menyimpulkan bahwa kreativitas mampu dikembangkan dengan memberi keyakinan, komunikasi yang bebas, pengarahan diri, dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Hasil observasi tersebut mampu diterapkan atau ditransfer dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini akan lebih kreatif jikalau CITATION Mul05 \p 164-165 \l 2057 (Mulayasa, 2005, hal. 164-165) : 1)       Dikembangkan rasa yakin diri pada peserta bimbing, dan tidak ada perasaan takut. 2)       Diberi peluang untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas dan terarah. 3)       Dilibatkan dalam menentukan tujuan dan evaluasi belajar. 4)       Diberikan pengawasan yang tidak terlampau ketat dan tidak adikara. 5)       Dilibatkan secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan. DAFTAR PUSTAKA   BIBLIOGRAPHY   \l 2057 Adisusilo, S. (2013). Nilai Karakter Konstruktivisme dan VCT selaku Inovasi Teori Pembelajaran Afektif. Jakarta: Rajawali Pers Cetakan II. Asmani, J. M. (2014). 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Yogyakarta: DIVA Press. Asrori, M. A. (2011). Psikologi akil balig cukup akal Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara. Budiningsih, A. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: CV Pustaka Setia. Buzan. (2004). The Power of Creative Intellegence Sepuluh Cara Jadi Orang yang Jenius Kreatif. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Filsaime. (2008). Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustaka. Hermawati, V. (2007, September 21). Teori Konstruktivisme . Retrieved from www.teachersrock.net/ciri_konst.htm Joyce, B. (2009). Models Of Teaching. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kemendiknas, P. B. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Khodijah, N. (2006). Psikologi Belajar. Palembang: IAIN Raden Fatah Press. Mulayasa, E. (2005). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sabri, A. (2005). Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching. Jakarta: Quantum Teaching. Suparno, P. (2001). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Suparno, P. (2001). Pendekatan Konstruktivisme. Jakarta: Erlangga. Suryadi. (2014). Kiat Jitu dalam Mendidik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik. Jurnal Pendidikan , http://math.sps.upi.edu/?p=58. Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Belajar.
Sumber https://bookish15.blogspot.com


EmoticonEmoticon