Sabtu, 11 April 2020

Pertumbuhan Islam Di Kawasan Nusantara

Sebelum berdirinya negara Republik, Indonesia dahulunya disebut dengan Nusantara. Perubahan nama terjadi sehabis adanya penjajahan yang telah memecah belah bangsa antar satu kerajaan dengan kerajaan yang yang lain. Atas adanya hal tersebut maka para kaum pandai Indonesia yang sudah mengenyam pendidikan, mereka melaksanakan upaya-upaya untuk mempersatukan bangsa Indonesia tanpa menatap suku, ras dan agama. Upaya-upaya mempersatukan anak bangsa tersebut melibatkan semua komponen masyarakat seperti : Kaum Ulama dan santrinya juga turut serta dalam membela tanah air dari para penjajah. Dengan upaya dan kerja kerasnya, risikonya sukses dapat mempersatukan kembali bangsa Indonesia dibawah satu naungan panji adalah bendera Merah Putih yang kemudian disebut dengan nama Republik Indonesia. Berikut akan diterangkan secara rinci ihwal perkembangan Islam di wilayah Nusantara selengkapnya. 1. Sejarah Perkembangan Islam di Sumatera Sejak kala ke-7 Masehi, kawasan Asia Tenggara telah bersinggungan dengan tradisi Islam. Ini terjadi alasannya adalah para penjualmuslim, yang berlayar di daerah ini, singgah untuk sementara waktu. Di Indonesia, kedatangan Islam secara lebih nyata terjadi sekitar selesai masa 13 Masehi, yakni dengan bukti adanya makam Sultan Malik al-Saleh yang terletak di kecamatan Samudera di Aceh Utara. Pada makam tersebut tertulis bahwa beliau wafat pada bulan Ramadhan tahun 696 H/1297 Masehi. Dalam Hikayat Raja­raja Pasai dan Sejarah Melayu Malik, dua teks Melayu tertua Malik al-Saleh digambarkan selaku penguasa pertama Kerajaan Samudera Pasai. Untuk menjustifikasi teori ini, Moquette membandingkan data di atas dengan data historis yang lain, ialah catatan Marco Polo yang mendatangi Perlak dan daerah lain di daerah ini pada tahun 1292 Masehi. Selama berlangsungnya proses Islamisasi, persentuhan penjualmuslim dengan penduduk setempat telah terjalin sangat intens sampai suatu kerajaan Islam bangun pada abad ke-13 Masehi, yakni kerajaan Samudera Pasai. Berdirinya kerajaan tersebut mampu dihubungkan dengan lemahnya kerajaan Sriwijaya semenjak kurun ke-12 dan ke-13 Masehi, sebagaimana dituturkan oleh Chou-Chu-Fei dalam catatan Ling WaTai­Ta (1178 M). (Tjandrasasmita, 13-14). Berdirinya kerajaan Samudera Pasai pada periode ke-13 M merupakan bukti masuknya Islam di Sumatera. Selain kerajaan Samudera Pasai, ada kerajaan Perlak dan kerajaan Aceh. Pada tahun 1978, peneliti dari Pusat Riset Arkeologi Nasional Indonesia sudah mendapatkan sejumlah batu nisan di situs Tuanku Batu Badan di Barus. Yang terpenting dari temuan itu ialah makam yang mencantumkan sebuah nama, ialah Tuhar Amsuri, yang meninggal pada 19 Shafar 602 H, sebagaimana ditafsirkan oleh Ahmad Cholid Sodrie dari Pusat Riset Arkeologi Nasional. Tapi ada juga penafsiran lain yang mengemukakan bahwa Tuhar Amsuri meninggal pada 19 Shafar 972. Dari temuan arkeologis di Barus, itu, dapat dikatakan bahwa usia kerikil nisan Tuhar Amsuri yang tertanggal 602 ialah lebih awal dari batu nisan Sultan Malik As-Salih yang tertanggal 696 Hijriyah. Ini memiliki arti, jauh sebelum kerajaan Samudera Pasai, telah ada penduduk muslim yang tinggal di Barus, salah satu tempat di sekitar pantai barat Sumatera (Tjandrasasmita, 15-16). 2. Sejarah Perkembangan Islam di Kalimantan Penduduk orisinil Pulau Kalimantan disebut penduduk Dayak. Orang Dayak yang mendiami Pulau Kalimantan terdiri atas beberapa suku. Masing-masing suku memiliki sistem akidah sendiri. Tetapi pada dasarnya antar akidah mereka itu mempunyai banyak persamaan. Istilah paling terkenal untuk menyebut ajaran keyakinan mereka ialah dogma Kaharingan. Penduduk orisinil Kalimantan pada proses selanjutnya banyak yang terdesak ke arah pedalaman akibat masuknya masyarakat lain dari luar. Di arah pesisir barat terdesak oleh orang-orang Melayu dan China; di bab selatan terdesak oleh orang-orang Melayu dan orang-orang Jawa; dan di bab tenggara terdesak oleh orang-orang Bugis, Makasar dan Sulu. Masyarakat Dayak yang mendiami tempat-kawasan pedalaman Kalimantan tersebut mampu dibagi atas 7 macam suku, yaitu: Suku Dayak Kenya dan Bahau yang mendiami pedalaman Mahakam. Suku Dayak Punan, yang mendiami pedalaman tempat Berau. Suku Dayak Siang, yang mendiami pedalaman Barito Hulu. Suku Dayak Kayan, yang mendiami perbatasan Serawak. Suku Dayak Iban dan Kalimantan, yang mendiami pedalaman Kalimantan barat dan utara. Suku Dayak Ngaju, yang mendiami pedalaman Kapuas, dengan suku-suku kecilnya, adalah: Dayak Lawangan, yang mendiami pedalaman Barito Timur; Dayak Manyan, yang mendiami pedalaman Balangan dan Barito Selatan; Dayak Ot Danum, yang mendiami pedalaman Tumbang Siang, Tumbang Miri, Tumbang Lahang dan sekitarnya. Munculnya suku Banjar pada tahap selanjutnya, yang mendiami kawasan Kalimantan Selatan, ialah keturunan yang lahir dari percampuran orang-orang Melayu dan Jawa serta Olo (orang) Ngaju yang sudah bercampur dan menikah selama beberapa generasi di kawasan tersebut. Percampuran itu ditambah lagi dengan pendatang lain mirip orangorang Bugis, China, India dan Arab. Unsur-komponen animisme, dinamisme, dan spiritisme atau daemonisme yang terdapat dalam iman Kaharingan, ialah bagian-bagian yang ternyata masih berpengaruh dalam tradisi kehidupan masyarakat orang Banjar lalu. Orang Banjar pada umumnya menjunjung tinggi pemikiran Islam, tetapi dalam acara-aktivitas yang berhubungan dengan ibadah dan amaliyah masih banyak yang belum dapat melepaskan diri dari tradisi-tradisi doktrin dan agama yang berkembang sebelumnya. Memasuki kala ke 17 Masehi, Banjarmasin menjadi bandar jual beli yang ramai. Hal ini terjadi alasannya adanya tindakan Kerajaan Mataram yang menyerang dan merusak kota-kota di pantai utara Jawa, sehingga para pedagang pindah secara besar-besaran ke Makasar dan Banjarmasin. Sejak saat itu mulai terjadi perubahan jalan dagang ke Maluku lewat Makasar, Kalimantan Selatan, Patani dan China, atau dari Makasar dan Banten ke India. Orang Banjar pada waktu itu telah banyak yang melakukan pelayaran berdagang ke luar tempat. Tradisi berlayar ini memperlihatkan kemungkinan terhadap orang Banjar untuk melakukan ibadah haji ke Makkah dengan menggunakan kapal-kapal sendiri. Mereka yang pergi menunaikan ibadah haji ke Makkah lazimnya tinggal beberapa tahun di sana sambil mencar ilmu agama Islam. Mereka kemudian pulang dengan menjinjing wawasan dan kitab-kitab dari Makkah. Semakin banyak orang Banjar yang datang dari Makkah kian banyak persepsi-wangsit yang masuk ke kawasan ini. Namun demikian, sampai dengan awal periode ke-18 nilai-nilai gres yang masuk bareng orang-orang Banjar yang tiba dari Mekah tersebut tidak banyak nampak di masyarakat. Usaha penyebaran agama Islam yang bersumber eksklusif dari Makkah tersebut baru dimulai pada pertengahan periode ke-18, yaitu oleh seorang ulama kelahiran Martapura yang lebih dari 30 tahun memperdalam ilmu agama di Makkah dan Madinah, adalah Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari. 3. Sejarah Perkembangan Islam di Sulawesi Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sudah semenjak lama terjalin hubungan satu sama lain, baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini pula yang mengirimkan aktivitas dakwah dapat menembus dan merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut catatan perusahaan jualan Portugis yang tiba pada tahun 1540, saat mereka tiba ke Sulawesi di pulau itu sudah mampu dijumpai pemukiman muslim di beberapa tempat. Meski belum terlalu besar, tetapi jalan dakwah terus berlanjut hingga menyentuh raja-raja di kerajaan Goa di Makassar. Raja Goa pertama yang memeluk Islam yakni Sultan Alaudin al-Awwal dan Perdana Menteri atau Wazir, Karaeng Matopa, pada tahun 1603. Sebelumnya, dakwah Islam telah sampai pula pada ayah Sultan Alaudin yang berjulukan Tonigallo dari Ternate yang lebih dahulu memeluk Islam. Namun Tonigallo khawatir jika dia memeluk Islam kerajaannya akan di bawah dampak kerajaan Ternate. Beberapa ulama Kerajaan Goa di masa Sultan Alaudin begitu terkenal karena pemahaman dan kegiatan dakwah mereka. Mereka adalah Khatib Tunggal, Datuk Ri Bandang, Datuk Patimang dan Datuk Ri Tiro. Dapat dimengerti dan dilacak dari nama para ulama di atas, yang bergelar Datuk ialah para ulama dan mubaligh asal Minangkabau yang membuatkan Islam ke Makassar. Pusat-sentra dakwah yang dibangun oleh Kerajaan Goa pada proses selanjutnya berhasil melanjutkan dakwah sampai ke wilayah lain hingga ke Kerajaan Bugis, Wajo Sopeng, Sidenreng, Tanete, Luwu dan Palopo. 4. Sejarah Perkembangan Islam di Maluku Kepulauan Maluku yang populer kaya dengan hasil bumi yang melimpah menciptakan kawasan ini sejak zaman dulu dikenal dan dikunjungi para penjualdari seantero dunia. Karena status itu pula Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum tiba ke Makassar dan kepulauan-kepulauan lainnya. Kerajaan Ternate yakni kerajaan paling besar di kepulauan ini. Islam masuk ke wilayah ini semenjak tahun 1440. Sehingga, dikala Portugis mengunjungi Ternate pada tahun 1512, raja Ternate adalah seorang muslim, yaitu Bayang Ullah. Kerajaan lain yang juga menjadi representasi Islam di kepulauan ini ialah Kerajaan Tidore yang daerah teritorialnya cukup luas mencakup sebagian kawasan Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan sebagian kepulauan Seram. Ada pula Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam yakni Raja Zainul Abidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun yang sama bangun pula Kerajaan Jailolo yang juga dipengaruhi oleh fatwa-aliran Islam dalam pemerintahannya. 5. Sejarah Perkembangan Islam di Papua Beberapa kerajaan di kepulauan Maluku yang daerah teritorialnya hingga ke pulau Papua menyebabkan Islam masuk pula di pulau Cendrawasih ini. Banyak kepala suku di daerah Waigeo, Misool, dan beberapa daerah lain yang di bawah administrasi pemerintahan kerajaan Bacan. Pada masa ini pula, berkat dakwah yang dilakukan kerajaan Bacan, banyak kepala suku di pulau Papua memeluk Islam. Namun disbanding wilayah lain kemajuan di papua ini tidak terlampau besar. 6. Sejarah Perkembangan Islam di Nusa Tenggara  Islam masuk ke kawasan Nusa Tenggara bisa dikatakan semenjak permulaan periode ke-16 masehi. Hubungan Sumbawa yang bagus dengan Kerajaan Makassar membuat Islam turut berlayar pula ke Nusa Tenggara. Sampai sekarang jejak Islam mampu dilacak dengan meneliti makam seorang mubaligh asal Makassar yang terletak di kota Bima. Begitu juga dengan makam Sultan Bima yang pertama kali memeluk Islam. Bisa disebut, seluruh penduduk Bima yaitu para muslim semenjak semula. Selain Sumbawa, Islam juga masuk ke Lombok. Orang-orang Bugis datang ke Lombok dari Sumbawa dan mengajarkan Islam di sana. Hingga sekarang, beberapa kata di suku-suku Lombok banyak kesamaannya dengan bahasa Bugis. Demikian bahasan wacana perkembangan Islam di kawasan Nusantara. Semoga berguna.
Sumber https://dadanby.blogspot.com


EmoticonEmoticon